Kapolri Tegaskan Aturan 'Local Boy' Hanya untuk Papua

CNN Indonesia
Senin, 03 Jul 2017 18:45 WIB
Lambatnya perkembangan pendidikan di Papua dikhawatirkan akan menyulitkan putra/putra daerah bersaing dengan bakal calon taruna Akpol dari daerah lain.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan aturan 'local boy' hanya untuk Papua. (CNN Indonesia/Martahan Sohuturon)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian mengatakan, aturan tentang prioritas putra/putri daerah dan nondaerah (local boy) dalam penerimaan calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) hanya ada di Provinsi Papua.

"Peraturan putra daerah prioritas hanya untuk di Papua," kata Tito di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Senin (3/7)

Menurutnya, aturan tersebut hanya diterapkan di Papua karena pertimbangan kualitas pendidikan. Tito menuturkan, lambatnya perkembangan pendidikan di sejumlah wilayah Papua dikhawatirkan akan menyulitkan putra/putra daerah untuk bersaing dengan bakal calon taruna Akpol dari daerah lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Wilayah pegunungan tengah Papua itu pendidikan agak lambat dibanding daerah lain. Karena (tahun) 1969 terintegrasi, sehingga kalau mereka bersaing dengan yang dari pantai atau pendatang, maka mereka akan kalah, sehingga diberikan prioritas," ucap mantan Kapolda Papua itu.

Lebih dari itu, Tito menyatakan, aturan local boy hanya dilakukan dalam penerimaan anggota Polri di level bintara yang akan menempatkan taruna terpilih di masing-masing daerah dalam jangka waktu yang lama.

Kapolri Tegaskan Aturan 'Local Boy' Hanya untuk PapuaTaruna Akademi Kepolisian berlari sambil membawa senjata pada penutupan Pendidikan Bhayangkara. (Antara Foto/ R.Rekotomo)
Jenderal polisi bintang empat itu menambahkan, aturan local boy tidak bisa diterapkan dalam seleksi penerimaan calon taruna Akpol. Sebab, taruna Akpol dipersiapkan untuk menjadi polisi yang siap ditempatkan di seluruh wilayah di Indonesia.

"Istilah local boy, local job, itu banyak berlaku pada bintara, di daerah tertentu perlu polisi yang memahami karakteristik daerah itu, bintara waktu lama di sana. Kalau Akpol ini, mereka calon pemimpin nasional, bisa bertugas di mana saja," tutur Tito.

Kericuhan terkait local boy terjadi setelah beredarnya video orangtua calon taruna Akpol, Nani (47), yang memprotes polisi di Polda Jabar., Video itu viral di media sosial pekan lalu.

Nani mempertanyakan kebijakan prioritas putra daerah yang tertuang dalam keputusan Kapolda Jabar Nomor: Kep/702/VI/2017 yang dikeluarkan tanggal 23 Juni 2017.

Dalam keputusan Kapolda tersebut diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (Akpol, Bintara, Tamtama), TA 2017 Panda Polda Jabar.

Dalam keputusan Kapolda Jabar itu, hasil kelulusan sementara sebanyak 35 orang pria dan empat orang wanita dengan kuota 13 orang putra daerah dan 22 orang nonputra daerah. Namun setelah melewati tahap seleksi hanya sebanyak 12 orang putra daerah dan 11 orang nonputra daerah yang diterima.

"Nah di situ (kebijakan) nonputra daerah diambil hanya 11 orang, padahal nilainya lebih tinggi dari putra daerah. Kami protes, kalau putra daerah itu nilainya tinggi, enggak apa-apa, kami ikhlas, tapi ini di bawah dari (putra) kami," kata Nani.

Menurutnya, kebijakan prioritas putra daerah ini diberitahukan kepada orang tua calon siswa saat pengumuman kelulusan, Rabu (28/6) di Polda Jabar. Ketika itu, orang tua siswa bereaksi keras karena tidak ada pemberitahuan sebelumnya soal kategorisasi putra daerah dan nonputra daerah.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER