Jakarta, CNN Indonesia -- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berencana mengajukan gugatan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menanggapi terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) pembubaran organisasi massa (Ormas) diterbitkan hari ini.
Jubir HTI Ismail Yusanto mengatakan rencana itu sudah dipkikirkan sejak pemerintah mengumumkan bakal membubarkan HTI.
"Dari jauh hari kemarin kami sudah antisipasi, bilamana Perppu keluar kami punya pikiran ajukan judicial review ke MK," kata Ismail saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (12/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rencana itu, kata Ismail, sudah didiskusikan dengan Yusril Ihza Mahendra yang bertindak sebagai kuasa hukum HTI. Namun Ismail tidak menjelaskan apa saja yang sudah ia persiapkan bersama politikus Partai Bulan Bintang itu.
Ismail menilai penerbitan Perppu pembubaran Ormas bermasalah. Perppu menurutnya hanya diterbitkan apabila ada kegentingan yang memaksa. Ismail menyebut saat ini tidak ada kegentingan yang memaksa sehingga harus dikeluarkan Perppu pembubaran ormas.
Alasan kedua, kata Ismail, Perppu dikeluarkan bila ada kekosongan hukum. Mekanisme pembubaran Ormas sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyaraatan (UU Ormas).
"Jadi Perppu ini sudah bermasalah secara prosedur maupun secara substansial," kata Ismail.
Pada pasal 62 UU Ormas dijelaskan pemerintah harus memberikan peringatan tertulis pertama, kedua dan ketiga bila Ormas melakukan pelanggaran. Kemudian pemerintah bisa mengeluarkan surat pemberhentian kegiatan organisasi sementara selama enam bulan bila ormas tersebut masih melanggar.
Ismail menganggap pemerintah merasa tahap pembubaran itu bertele-tele. Oleh Karena itu kemudian pemerintah menempuh jalan pintas dengan mengubah peraturan.
"Jadi saya kira ini jadi preseden buruk, pemerintah berikan contoh kalau kesulitan hadapi peraturan maka peraturan diubah saja. Ini sebuah kezoliman, kami tahu bahwa UU Ormas dalam pasal pembubaran dibuat seperti itu supaya cegah pemerintah manapun melakukan kesewenang-wenangan kepada ormas," kata Ismail.
HTI juga berencana bertemu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ismail mengaku sudah berkomunikasi dengan pihak DPR namun enggan menyebutkan dengan siapa ia berkomunikasi.
"Itu pasti. Kami sudah baca respons wakil ketua DPR Fadli Zon yang tidak setuju dikeluarkan Perppu karena UU masih ada," kata Ismail.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan, Perppu tentang Ormas tersebut telah ditandatangani dua hari lalu, Senin (10/7). Perppu no. 2 Tahun 2017 itu dirancang sebagai peraturan pengganti UU no. 17 Tahun 2013.
Wiranto menegaskan upaya penerbitan Perppu itu bukan untuk membatasi kebebasan berekspresi Ormas. "Ini semata-mata untuk merawat persatuan dan kesatuan," ujar Wiranto dalam keterangan resmi di Kemenkopolhukam.