Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum tata negara yang juga kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia, Yusril Ihza Mahendra menyamakan langkah pemerintahan Joko Widodo menerbitkan Perppu Ormas dengan cara Presiden pertama RI, Soekarno, saat membubarkan partai berasas Islam, Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
"Situasi sekarang ini agak mirip dengan situasi pada tahun 1959," kata Yusril di DPP Hizbut Tahrir Jakarta, semalam.
Yusril menganggap pemerintah sedang mengincar suatu kelompok untuk dibubarkan, kemudian mengeluarkan Perppu sebagai pijakan hukum untuk membubarkan kelompok tersebut.
Pola yang demikian, menurut Yusril, mirip dengan yang dilakukan pemerintahan Soekarno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Yusril, kala itu Soekarno juga mengincar beberapa organisasi untuk dibubarkan, yakni Partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI).
Pimpinan dari kedua partai politik tersebut dinilai kerap merongrong pemerintahan. Pimpinan Masyumi yang dimaksud yaitu Mohammad Natsir, sementara pimpinan PSI yaitu Sutan Sjahrir.
"Lalu dibikinlah Penetapan Presiden Nomor 15 tahun 1959 yang mengatur tentang syarat-syarat pembubaran partai politik," tutur Yusril.
Dalam peraturan tersebut, dikatakan Yusril, partai politik yang pimpinannya terlibat dalam suatu pemberontakan dapat dibubarkan oleh pemerintah.
Diketahui, kala itu Mohammad Natsir sempat bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta) yang dipandang Soekarno sebagai gerakan pemberontakan.
Hal yang sama juga dilakukan salah satu elit PSI, Soemitro Djojohadikoesoemo. Akibat tindakan tersebut, Masyumi dan PSI dibubarkan oleh pemerintah.
Yusril menganggap Soekarno memang mengincar Masyumi dan PSI. Pasalnya, Partai Kristen Indonesia yang juga terlibat dalam PRRI/Permesta tidak ikut dibubarkan.
"Jadi ayah dari ibu Ratna Sarumpaet, Saladin Sarumpaet itu ketua Partai Kristen Indonesia yang ikut berontak di PRRI. Tapi enggak dibubarkan karena targetnya itu hanya PSI dan Masyumi," ujar Yusril.
Yusril menjelaskan, alasan di balik pembubaran Masyumi dan PSI oleh Soekarno karena keduanya termasuk golongan yang menolak arah politik Soekarno yang berasaskan Nasionalis, Agama, Komunis (Nasakom).
"Karena Masyumi termasuk kategori, siapa yang menolak Nasakom dibilang antiPancasila, dan Masyumi menolak disitu," ucap Yusril.