Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Hanura Miryam S Haryani menolak berkomentar saat disinggung soal penetapan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Miryam beralasan berbeda partai dengan Setya yang berasal dari Golkar.
"
No comment. Bukan [dari] partai saya soalnya," ujar Miryam yang ditemui di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/7).
Miryam mengaku sejak awal tidak pernah mengetahui keterlibatan Setya dalam proyek e-KTP. Ia juga mengklaim tak pernah melakukan rapat maupun pertemuan untuk membahas proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak awal saya tidak tahu dan tidak pernah menyebut Pak Novanto. Partainya saja beda, bagaimana ceritanya (bisa tahu)," katanya.
KPK telah menetapkan Setya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Senin (17/7). Ketua Umum Partai Golkar itu diduga berperan dalam proses penganggaran atau pengadaan barang dan jasa e-KTP.
 Setya Novanto. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Sementara dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, Miryam disebut pernah meminta uang untuk dibagi-bagikan ke anggota DPR. Miryam juga pernah meminta uang Rp5 miliar kepada Irman untuk kepentingan operasional Komisi II DPR.
Uang tersebut disebut jaksa akan dibagikan kepada empat orang pemimpin Komisi II DPR yakni Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, Teguh Juwarno, dan Taufik Effendi masing-masing sejumlah US$25 ribu.
Pada Selasa (18/7), Miryam sebetulnya dijadwalkan membacakan eksepsi atau nota keberatan dalam sidang kasus memberi keternagan tak benar di pengadilan Tipikor, Jakarta. Namun, sidang tersebut ditunda hingga 24 Juli mendatang.
Mantan anggota Komisi II DPR itu menyatakan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Ia didakwa memberikan keterangan tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
Dalam sidang kasus e-KTP pada 23 Maret 2017, Miryam mencabut keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena mengaku diancam dan ditekan oleh tiga penyidik KPK yakni Novel Baswedan, M Irwan Santoso, dan Ambarita Damanik.
Miryam pun kembali dihadirkan dalam persidangan 30 Maret 2017 untuk dikonfrontasi dengan ketiga penyidik. Namun Miryam berkukuh untuk mencabut keterangan dalam BAP.
Penyidik KPK akhirnya menetapkan Miryam sebagai tersangka memberikan keterangan palsu. Ia didakwa melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(kid)