Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua DPR Setya Novanto menegaskan tidak menerima aliran dana korupsi proyek pengadaan e-KTP. Dia membantah telah menerima jatah Rp574 miliar dari proyek yang diduga merugikan negara Rp2,3 triliun.
Setnov mengatakan, dirinya telah menjelaskan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 3 April lalu.
"574 miliar, kita sudah lihat di sidang (pengadilan) Tipikor, 3 April, saudara Nazar keterlibatan saya di e-ktp dan sudah membantah," kata Setnov di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/7).
Politikus Partai Golkar itu mengaku kaget atas penetapan status tersangka oleh KPK pada Senin (17/7) malam. Namun Setnov menyatakan akan mengikuti semua proses hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sangat kaget dengan keputusan ini," katanya.
Nama Setnov muncul dalam surat dakwaan jaksa KPK, Irman dan Sugiharto. Setnov disebut bersama Andi Narogong, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin mengawal proyek e-KTP ini.
Mereka berempat sepakat, anggaran e-KTP sebesar Rp5,9 triliun -setelah dipotong pajak sebesar 11,5 persen, 51 persennya atau Rp2,6 triliun digunakan untuk belanja modal atau belanja rill pembiayaan proyek.
 Setnov disebut bersama Andi Narogong, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin mengawal proyek e-KTP ini. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
Sementara itu, sisanya, sebesar 49 persen atau senilai Rp2,5 triliun dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak.
Pejabat Kemendagri, termasuk Irman dan Sugiharto, mendapat jatah 7 persen atau sejumlah Rp365,4 miliar, anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen atau Rp261 miliar.
Kemudian Setnov dan Andi dapat sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar. Sementara itu, Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen atau Rp574,2 miliar.
Selanjutnya, sebesar 15 persen atau sejumlah Rp783 miliar dibagikan kepada pelaksana pekerjaan atau rekanan.
"Rp574 (miliar) itu besarnya bukan main, bagaimana transfer," ujar Setnov.
(pmg/asa)