Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berencana untuk menahan Ketua DPR Setya Novanto, usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP.
"Penahanan akan dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)" kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/7).
Pasal 21 KUHAP ayat (1) menyebutkan, perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri berkata, saat ini penyidik KPK fokus melakukan serangkaian penyidikan untuk melengkapi berkas perkara Setnov. Menurut dia, proses penyidikan untuk Ketua Umum Partai Golkar itu tak berbeda dengan penanganan tersangka sebelumnya.
Tiga tersangka lainnya di antaranya dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto serta pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Dalam proses penyidikan ini kami akan melakukan sejumlah kegiatan terlebih dahulu. Nanti akan kami sampaikan," tuturnya.
Febri menjelaskan, kegiatan penyidikan yang dilakukan KPK sesuai KUHAP, dan tidak hanya bicara soal penahanan.
"Pada prinsipnya kami ingin sampaikan bahwa KPK serius tangani kasus e-KTP," ujarnya.
Febri melanjutkan, lembaga antirasuah kini mulai fokus mengumpulkan sejumlah bukti untuk menjerat pihak-pihak yang ditenggarai menikmati aliran uang haram proyek yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka, dua hari lalu. Saat konferensi pers, kemarin, Setya Novanto membantah menerima aliran dana proyek e-KTP, dan siap menjalani proses hukum kasus e-KTP.