Gugat UU Pemilu, ACTA Sangkal Diarahkan Gerindra

CNN Indonesia
Senin, 24 Jul 2017 14:02 WIB
Ketua Dewan Pembina ACTA, Habiburokhman, tercatat sebagai kader Gerindra. Namun ia membantah langkah menggugat UU Pemilu karena arahan Gerindra.
Ketua Dewan Pembina ACTA, Habiburokhman, hari ini Senin (24/7) menyerahkan berkas materi uji materi UU Pemilu ke MK. (CNN Indonesia/Denny Aprianto)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Dewan Pembina Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburokhman menyatakan tidak ada arahan dari Partai Gerindra soal gugatan pihaknya terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi pada hari ini, Senin (24/7).

"Arahan secara teknis, tidak ada. Tapi memang toh idenya sama," ujar Habiburokhman sesaat sebelum menyerahkan berkas gugatan di Gedung MK, Jakarta.

Ia menyebut gugatannya atas nama Warga Negara Indonesia yang melihat UU Pemilu berpotensi merugikan rakyat secara politik.
"Kerugian tidak hanya dirasakan 'langsung', tapi juga ada kerugian yang bersifat potensial. Tentu sangat dikhawatirkan negara ini bisa rusak kalau Presidennya tersandera kartel politik partai-partai yang mengusulkan beliau untuk menjadi calon presiden," tuturnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Habiburokhman dan ACTA pun tetap berkukuh menggugat UU Pemilu tersebut meski UU Pemilu belum ditandatangani Presiden. "Supaya nggak membuang waktu, jadi kami daftarkan dulu," ujarnya.

Meski menyangkal didikte, Habiburokhman yang saat ini juga tercatat sebagai kader Gerindra menyatakan tindakannya bersama ACTA akan selalu sesuai dengan ide dan gagasan partainya.

"Saya kan kader Partai Gerindra, saya rasa apa yang saya lakukan tidak mungkin bertentangan dengan kebijakan Partai Gerindra," imbuhnya.
Gerindra termasuk fraksi yang tidak sepakat dengan hasil rapat paripurna pengesahan UU Pemilu pada Jumat (21/7). Fraksi lainnya yang menentang adalah Partai Demokrat, PAN, dan PKS.

Keempat partai tersebut menolak usulan pemerintah yang menetapkan ambang batas presiden sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional di pemilu sebelumnya.

Menurut kelompok yang menolak itu, angka 20 persen dikhawatirkan bisa memunculkan calon tunggal dalam pemilihan presiden.
Sebagai bentuk protes, keempat fraksi tersebut walk out (WO) dari proses paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

RUU Pemilu akhirnya disahkan menjadi UU Pemilu tanpa kehadiran Gerindra, PKS, Demokrat, dan PAN.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER