Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan dan mantan Direktur Umum dan SDM PT Pertamina Waluyo pada hari ini, Selasa (25/7).
Kepala Subdirektorat V Dittipidkor Bareskrim Komisaris Besar Indarto mengatakan, pemeriksaan Karen dan Waluyo terkait kasus dugaan korupsi pelepasan aset Pertamina berupa tanah di kawasan Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada 2011.
"Betul sedang diperiksa," kata Indarto dalam pesan singkat kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (25/7).
Karen adalah Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. Sedangkan Waluyo menjabat Direktur Umum dan SDM PT Pertamina periode 2008-2012.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Waluyo juga sempat menjabat sebagai Pelaksana tugas Wakil Ketua Komisi Pengawasan Korupsi (KPK) selama empat bulan sejak September 2009.
Sebelumnya, dalam kasus ini Bareskrim telah menetapkan Senior Vice President of Asset Management PT Pertamina (Persero) Gathot Harsono sebagai tersangka.
Indarto mengatakan, penyidik menetapkan Gathot sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor sprin.sidik/129.a/VI/2017/tipidkor yang diterbitkan 15 Juni silam.
"Telah ditetapkan selaku SVP Asset management PT Pertamina Gathot Harsono terkait dalam dugaan tindak pidana korupsi pelepasan aset milik PT Pertamina berupa tanah di kawasan Simprug," kata Indarto di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/7).
Menurut Indarto, BPK memperkirakan total kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pelepasan aset Pertamina berupa tanah di kawasan Simprug sekitar Rp40,9 miliar.
Pertamina menjual tanah seluas 1.088 meter persegi di kawasan Simprug kepada seorang mayor jenderal purnawirawan TNI berinisal HS dengan nilai Rp1,16 miliar pada 2011. Padahal nilai jual objek pajak (NJOP) tanah tersebut kala itu sebesar Rp9,65 miliar.
Selang 2,5 bulan, aset tanah tersebut dijual kembali dengan harga Rp10,49 miliar.
Permainan jual beli tanah ini juga pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 10 April 2016, dengan tuduhan persekongkolan yang merugikan Pertamina.
Kasus ini mulai diselidiki pada Desember 2016. Kemudian penyidik menaikan status kasus ini ke penyidikan pada awal 2017.