Kejagung: Eksekusi Mati Humprey Sudah Sesuai Aturan

CNN Indonesia
Jumat, 28 Jul 2017 14:39 WIB
Kejaksaan Agung tampik tudingan Ombudsman soal tindak maladiministrasi dalam eksekusi terpidana kasus narkotika asal Nigeria Humprey Ejike Jefferson.
Kejaksaan Agung melaksanakan eksekusi terpidana mati kasus narkotik di LP Nusakambangan. (CNN Indonesia/Rosmiyati Dewi Kandi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung membantah telah melakukan tindak maladministrasi dalam pelaksanaan eksekusi Humprey Ejike Jefferson, warga negara Nigeria yang menjadi terpidana mati kasus narkotik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum mengatakan, pihaknya selalu mentaati ketentuan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan eksekusi mati.

"Terlepas dari rekomendasi Ombudsman, Kejaksaan selaku eksekutor sudah memberikan hak hukum kepada terpidana dan eksekusi itu dilaksanakan sesuai dengan hukum acara dan ketentuan-ketentuan yang berlaku," kata Rum saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (28/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia menilai pelaksanaan hukuman mati terhadap Humprey yang dilakukan Kejaksaan Agung tergolong tindakan maladministrasi.

Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, eksekusi mati terhadap Humprey seharusnya ditunda karena yang bersangkutan sedang mengajukan grasi. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

"Di mana disebutkan bahwa eksekusi tidak dapat dilakukan sebelum keputusan presiden tentang grasi," kata Ninik di kantornya, Jumat (28/7).

Selain itu, menurut Ninik, Humprey juga sempat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kedua, namun tak diteruskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Mahkamah Agung (MA).

Hal tersebut berbeda dengan pelakuan terhadap dua terpidana mati lainnya, Eugene Ape dan Zulfiqar Ali, di mana PK kedua mereka ditindaklanjuti.

"Berkas perkara PK kedua Eugene Ape dan Zulfiqar Ali diteruskan PN Jakpus, tapi tidak demikian pengajuan yang dilakukan kuasa hukum Humprey. Ini menunjukan perlakuan diskriminasi," ujar Ninik.

Berangkat dari temuan itu, Ombudsman pun memberikan sejumlah saran kepada Kejaksaan Agung.

Humprey ditangkap di Depok pada 2003 karena memiliki 1,7 kilogram heroin bernilai Rp8 miliar.

Warga Nigeria ini dihukum mati di LP Nusakambangan pada 29 Juli tahun 2016.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER