Jakarta, CNN Indonesia -- Perwakilan Wadah Pegawai KPK Yadyn Amin menilai keberadaan hak angket DPR terhadap lembaga anti rasuah cacat prosedur. Selain melawan Undang Undang Dasar 1945, keberadaan panitia angket juga dinilai tak tepat maksud dan tujuannya.
Hal ini diungkapkan Yadyn dalam sidang gugatan uji materi UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (2/8).
"Penggunaan hak angket tidak tepat jika ditujukan ke KPK karena bukan bagian dari permerintah. Angket ini hanya upaya untuk melemahkan upaya pemberantasan korupsi," ujar Yadyn.
Yadyn juga menyinggung penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk proses hak angket terhadap KPK. Pihaknya melihat ada potensi kerugian karena anggaran tersebut justru digunakan untuk kepentingan yang tidak sah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Potensi kerugian timbul karena uang negara digunakan untuk kepentingan yang tidak sah dan bertentangan dengan hukum," katanya.
Sementara itu, pemohon lain dari YLBHI dan ICW meminta majelis hakim mengeluarkan putusan sela untuk menghentikan pansus angket sampai terbitnya putusan MK.
"Pemohon meminta agar yang dilakukan pansus dihentikan dulu sampai ada putusan atas perkara tersebut," ucap pemohon dari ICW, Lalola Ester.
Menurutnya, keberadaan pansus angket hanya upaya DPR untuk mengintervensi proses hukum terhadap KPK. Senada dengan Yadyn, penggunaan pansus angket itu dinilai tak tepat ditujukan kepada KPK.
"KPK bukan lembaga pemerintah dan ini hanya intervensi untuk melemahkan pemberantasan korupsi," kata Lalola.
Pegawai KPK sebelumnya mengajukan uji materi terhadap Pasal 79 ayat 3 UU 17/2014 tentang MD3 ke MK.
Pasal 79 ayat (3) UU MD3 berbunyi hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.