Kendaraan ini di negara asal awalnya hanya untuk angkutan barang. Namun kemudian dimodifikasi menjadi angkutan manusia dengan dipasangkan tempat duduk. Total bisa memuat enam penumpang di belakang, dan satu penumpang di samping sopir.
Di Indonesia, khususnya di Jakarta, Bemo kemudian menjelma jadi 'raja' jalanan. Bemo melayani sejumlah trayek di masa jayanya. Misalnya Blok M (Jakarta Selatan)-Muara Angke (Jakarta Utara), Grogol (Jakarta Barat)-Kota Lama (Jakarta Barat), dan Grogol-Senen (Jakarta Pusat).
Pada 2007, terbit Perda Nomor 8 tentang Ketertiban Umum. Bemo dilarang beroperasi karena tergolong sebagai angkutan umum jenis empat bermesin dua tak. Aturan itu termaktub pada Pasal 2 ayat 6 beserta penjelasannya.
Pemprov DKI lantas mematok 2011 Jakarta bebas bemo. Namun target berakhir menjadi pencapaian muskil. Artefak bersejarah itu hingga kini tetap gentayangan mengais ceceran penumpang di trayek yang tak terjamah angkutan umum lebih besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama beberapa tahun setelah 2011, Bemo masih eksis di sejumlah wilayah Jakarta. Misalnya di Bendungan Hilir (Jakarta Pusat) dan Manggarai (Jakarta Selatan).
Sekarang, DKI Jakarta benar-benar sudah tak memberi tempat lagi bagi Bemo mengaspal di jalanan Ibukota. Eksistensinya digantikan oleh Bajaj Qute.
Moda transportasi baru itu terlihat lebih meyakinkan. Selain berbagai aspek modernisasi yang tidak ada di Bemo, Bajaj Qute juga dinilai lebih manusiawi sebagai angkutan umum untuk manusia.
Dulu Bemo hadir dengan segala kecanggihan di zamannya. Kecil, namun di kelasnya Bemo efektif sebagai transportasi ketimbang becak kayuh yang masih pakai tenaga manusia. Kini, zaman berubah. Seiring waktu berjalan Bemo harus mati juga karena modernisasi transportasi di kelasnya.