Usman menilai pembangunan investasi yang sedang digenjot pemerintah lebih condong menguntungkan para investor ketimbang masyarakat Papua.
"Pembangunan Infrastruktur lebih ditujukan bagi keperluan investasi ketimbang benar-benar untuk keperluan orang Papua, hingga absennya keadilan bagi orang-orang Papua yang mendapatkan perlakuan kekerasan atau pemiskinan struktural," katanya.
Di luar usaha memajukan ekonomi Papua, keseriusan Pemerintah untuk menjaga dan melindungi hak hidup warga Papua kembali dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak pernah mendapat gambaran yang komprehensif dari Pemerintah tentang rencana untuk membangun Papua atau menjadikan Papua sama pentingnya dengan Jawa itu seperti apa," kata Nisrina.
Usman menilai, Jokowi telah memahami bakal ada resistensi dari kalangan militer atau kepolisian apabila Pemerintah menuntut para pelaku pelanggaran HAM yang kebanyakan berasal dari dua institusi itu.
"Pemahaman itu sayangnya tidak diikuti oleh kepercayaan diri sebagai Presiden maupun kepala negara yang memiliki kuasa penuh pada dua institusi itu," kata Usman.
 Presiden Joko Widodo berpidato setelah memberikan grasi kepada lima tahanan politik (bagian belakang) di Lapas Abepura, Jayapura, Papua, Sabtu (9/5). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Menurut Usman, dugaan penggunaan kekuatan yang semena-mena atau disalahgunakan oleh aparat kepolisian dan/atau aparat keamanan lainnya saat bertugas patut diinvestigasi melalui mekanisme yang independen dan imparsial.
"Seluruh perangkat teknis dan prosedural telah ada dan nyaris lengkap, mulai dari Peraturan Kapolri mengenai penanganan demonstrasi hingga aturan penggunaan kekuatan dan senjata api. Namun, di lapangan masih kerap ditemukan penyimpangan," ujarnya.
Di luar itu semua, kata Usman, sumber masalah kekerasan di Papua juga tak bisa dipisahkan dari kebijakan Pemerintah yang lebih luas, sehingga menciptakan situasi sosial tak kondusif.
"Misalnya, migrasi yang tidak terkontrol, ekspansi bisnis perkebunan sawit yang banyak menguasai lahan-lahan adat, penggunaan dan pengerahan militer yang berlebihan," katanya.
Itu sebabnya, Usman menegaskan, diperlukan aparat-aparat negara yang berkepala dingin untuk mengatasi permasalahan Papua. Aparat haruslah benar-benar profesional lengkap dengan kemampuan persuasi mumpuni.