Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri melakukan serangkaian penangkapan terduga teroris sepanjang pekan lalu. Penangkapan ini dilakukan tidak lama setelah Polri berhasil memonitor informasi intelijen soal rencana aksi teror pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia, 17 Agustus mendatang.
Dari hasil monitor tersebut, aparat kepolisian menemukan rencana aksi teror yang telah disusun dalam sebuah grup percakapan di aplikasi tukar pesan Telegram. Aksi teror rencananya menggunakan bom botol rakitan dengan target anggota Polri atau TNI.
Densus 88 pun memulai penangkapan terduga teroris dengan menangkap dua orang pria berinisial S (38) dan R (39) di Desa Kasang Kumpeh, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muara, Jambi pada Kamis (10/8) sore.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keduanya ditangkap lantaran diduga melakukan penggalangan dana untuk mengirimkan orang ke daerah basis kelompok militan Maute di Marawi, Filipina.
S dan R juga disebut pernah mempelajari cara merakit bom.
Keesokan harinya, Densus 88 menangkap seorang pria berinisial SPT (39) di Cluster Melia Grove, komplek perumahan premium Graha Raya, Serpong Utara, Tangerang Selatan, Banten pada Jumat (11/8) pagi.
SPT disebut sebagai pencari dana bagi orang-orang yang ingin berangkat ke negara basis kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Suriah dan Filipina.
Sehari berselang, Densus 88 menangkap pria berinisial DG alias Odong alias Zamzam (34) di Perumahan Panorama, Sumedang, Jawa Barat pada Sabtu (12/8) pagi.
DG diduga terlibat jaringan Jamaah Ansor Daullah (JAD) dan ikut salah satu pengajian pada 19 Mei lalu. Pengajian itu diikutinya sebelum kejadian bom Kampung Melayu pada akhir Mei 2017.
Terahir, polisi menangkap dua orang terduga teroris berinisial G (24) dan AG (24) di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah pada Minggu (13/8), sekira pukul 13.15 WIB.
Sama seperti dua terduga teroris yang ditangkap di Jambi, G dan AG juga diduga terkait dengan penggalangan dana untuk mengirimkan orang ke daerah basis kelompok militan Maute di Marawi, Filipina.
Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst, Harits Abu Ulya, mengatakan, penangkapan enam orang terduga teroris yang dilakukan Densus 88 ini merupakan langkah pencegahan atas rencana aksi teror di peringatan Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia.
Menurutnya, Polri tidak mau kecolongan terhadap aksi sejumlah kelompok teror yang telah disusun sejak Juli 2017 silam.
"Langkah aparat saya lihat itu preventif tidak mau kecolongan. Sebagai antisipasi, aparat menyisir dan menangkap orang-orang yang diduga ada potensi melakukan serangan," kata Harits kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/8).
Menurut Harits, sejumlah terduga teroris yang mayoritas diduga berperan sebagai pencari dana untuk memberangkatkan orang ke Suriah dan Filipina ini tengah menghadapi sebuah kesulitan. Akses pintu masuk ke wilayah yang merupakan basis ISIS semakin sempit.
Harits mengatakan, hal tersebut membuat para terduga teroris yang bereperan sebagai pencari dana mengalami kesulitan untuk memberangkatkan orang ke Suriah dan Filipina, meskipun telah berhasil menggalang dana dari para donatur.
"Akses untuk masuk ke Suriah di wilayah yang dikuasai ISIS lebih sulit untuk saat ini. Begitu pun jika mau masuk ke wilayah Filipina khususnya untuk bergabung dengan kelompok ISiS di Marawi. Begitu dana terkumpul, maka yang mau berangkat ke Suriah belum tentu juga bisa sampai ke tujuan," katanya.
Lebih dari itu, Harits berharap aparat kepolisian tetap cermat dalam melakukan pemantauan terhadap pergerakan anggota teroris lewat dunia maya.
Menurutnya, melakukan validasi pengikut kelompok teror di dunia maya bukan hal mudah, karena sejumlah oknum kerap memanfaatkan grup yang mengklaim diri sebagai pengikut kelompok radikal tertentu hanya untuk melakukan provokasi atau agitasi.
"Saya berharap aparat tetap harus cermat, data intelijen akurat biar tidak salah orang dalam penindakan, serta tetap konsisten pada criminal justice system yang ada dalam penindakan," ujarnya.
"Sering kali provokasi dan agitasi untuk melakukan serangan datang dari anonim-anonim yang tidak mudah untuk dipastikan apakah mereka benar pengikut ISiS atau permainan intelijen gelap," pungkas Harits.
(gil)