Sembilan tahun berlalu pasca-insiden Monas 2008, FPI tak lepas dari berbagai kontroversi. Sejumlah aksi kekerasan masih berulang kali terjadi. Mulai dari pelarangan ibadah, razia tempat hiburan, penutupan paksa tempat makan di bulan puasa, hingga yang terbaru keterlibatan aksi bela Islam sejak tahun lalu.
Aksi yang terakhir memang cukup menarik perhatian. Berawal dari kasus penodaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, aksi berjilid pun dimulai.
Massa FPI tak pernah absen ikut dalam aksi yang diberi nama 411, 212, 313, dan 55. Mereka menuntut Ahok dihukum berat terkait kasus penodaan agama.
 Salah satu aksi 212 terkait dengan Pilkada DKI Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
FPI Masuk PolitikAkhirnya, Ahok memang telah dijatuhi vonis penjara oleh pengadilan Jakarta Utara, dan jabatannya digantikan Djarot Syaiful Hidayat yang sebelunnya wakil gubernur hingga periode kepemimpinan berakhir.
Entah kebetulan atau memang kenyataan, kasus yang menjerat Ahok berbarengan dengan gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI 2017. Pada Pilkada itu, Ahok sebagai petahana kembali maju bersama Djarot.
Dia berhadapan dengan dua kandidat lain yakni Anies Baswedan-Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni. Ahok-Djarot maju ke putaran kedua melawan Anies-Sandiaga. Dan, Anies-Sandiaga lah yang keluar sebagai pasangan kepala daerah terpilih serta akan dilantik Oktober mendatang.
Kebetulan, pada masa kampanye, Anies-Sandi ikut mendekati kelompok-kelompok Islam termasuk mengunjungi markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat.
Meski masih harus dibuktikan, Mariana mengatakan dari fakta tersebut dirinya melihat perbedaan yang cukup mencolok antara FPI saat ini dengan masa lalu.
Menurutnya, FPI kini cenderung berpolitik. Bahkan organisasi massa pimpinan Rizieq Shihab itu tak ragu menyuarakan dukungannya pada salah satu calon dalam pilkada DKI. Sikap tersebut, kata Mariana, berubah drastis bila dibandingkan dengan kebiasaan FPI yang selama ini dianggap ‘keras’ pada apapun yang melanggar agama Islam.
“Kalau tindakan kekerasan kayaknya sudah enggak terlalu kelihatan. Mereka sekarang lebih ke politik,” katanya.
Mariana menuturkan, FPI kini justru menjadi semacam kendaraan politik yang digunakan untuk menyuarakan calon tertentu dalam pilkada. Di sisi lain, FPI juga menjadi pihak yang paling lantang menentang calon maupun kelompok lain.
“Mereka ini seperti termobilisasi untuk pro atau anti terhadap calon tertentu,” tuturnya.
Berbicara tentang hal tersebut, Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani memiliki pandangan tersendiri.
Berdasarkan kajian-kajian yang dilakukan lembaganya, Ismail mengatakan FPI adalah sebuah organisasi yang tak memiliki agenda ideologi dalam operasinya.
“Beda kalau punya agenda ideologis, dia [FPI] tidak akan terpengaruh dengan variabel-variabel dinamis. HTI [Hizbut Tahrir Indonesia] misalnya, mau ada variabel dinamis apapun tak terpengaruh. Tapi, kalau FPI itu dinamis: Pilkada ikut pilkada, Ramadan razia, dan macam-macam aksinya karena dia tidak punya agenda ideologis," katanya.
 Anggota FPI yang turut serta dalam aksi menolak Ahok dan meminta pengadilan menghukumnya terkait kasus penistaan agama. (CNN Indonesia/Aulia Bintang Pratama) |
Pemerintah Tak BernegosiasiIsmail mengatakan berdasarkan riset mula yang kemudian ditelurkan jadi buku
Wajah Para ‘Pembela Islam' (2010) pihaknya menemukan fakta bahwa FPI tidak memiliki afiliasi transnasional atau dengan kata lain itu adalah ormas khas lokal.
Namun, sambungnya, lewat riset mula itu pihaknya kembali mengingatkan pemerintah agar tak bernegosiasi dengan kelompok tersebut.
“Mungkin mereka tidak seberbahaya transnasional, tetapi mereka bisa berkolaborasi dalam tingkat praktis. Dan, itu terbukti pada 2016, mereka berkolaborasi kuat dan menyulitkan pemerintah. Sekarang kan dari
list organisasi yang mau dibubarkan di dalamnya ada organisasi lokal, termasuk FPI. Padahal, sebenarnya kan FPI itu pro-Pancasila, cuma pro-kekerasan,” kata Ismail.
Sementara itu, Mariana mengharapkan pemerintah tegas dalam melakukan tindakan ketika ada organisasi massa, termasuk FPI, yang melanggar aturan Indonesia dan melakukan kekerasan.
“Ke depan pasti masih ada aksi-aksi seperti itu, ya karena memang dipelihara negara. Dari dulu juga
didiemin saja kok. Selama negara masih menganggap itu hal biasa, ya terulang terus,” keluh Mariana.