Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan hingga saat ini, pemerintah belum berencana melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Belum ada, belum, belum," kata Yasonna saat ditanya wartawan tentang revisi UU KPK, usai dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana kepresidenan Jakarta, Jumat (25/8).
Yasonna bahkan menegaskan, pemerintah belum memikirkan merevisi UU KPK. "Belum terpikir," kata Yasonna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wacana revisi UU KPK dilontarkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah terkait 11 temuan sementara Pansus Hak Angket KPK.
Menurut Fahri, untuk merevisi UU KPK, harus ada kerja sama antara DPR dan pemerintah sehingga dia meminta presiden menyiapkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) KPK, karena revisi UU KPK membutuhkan waktu yang lama.
Pansus Angket KPK menemukan 11 persoalan yang akan diklarifikasi terkait tugas dan kewenangan KPK.
Anggota Pansus Angket KPK, Misbhakun mengatakan temuan-temuan Pansus didapatkan dari sejumlah laporan, penerimaan aspirasi, pemeriksaan saksi-saksi, dan wawancara terekam.
Temuan tersebut, diantaranya, dari aspek kelembagaan, KPK bergerak menjadikan dirinya sebagai lembaga
super body yang tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritik.
Selain itu, KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya belum patuh atas azas-azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU KPK.
KPK, menurut Misbakhun, cenderung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan eksistensi lembaga-lembaga negara lain. KPK lebih mengedepankan praktek penindakan melalui opini pemberitaan daripada politik pencegahan.
Usulan merevisi UU KPK juga ditentang sejumlah fraksi. Partai Gerindra dan Demokrat menyatakan akan menolak revisi UU KPK yang diusulkan Pansus Angket KPK.