Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Bambang Widjojanto menyebut KPK saat ini tengah diintai sakratulmaut. Hal itu merujuk pada nasib KPK saat ini karena terus mendapat tekanan hingga terancam bubar.
"KPK terus diintai sakaratul maut. Ini terlihat dari pegawai yang beberapa kali menerima teror sampai munculnya pansus angket," ujar Bambang saat menyampaikan pendapatnya sebagai ahli dalam sidang uji materi UU MD3 tentang hak angket di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa (5/9).
Bambang mengatakan, sejak dulu lembaga antikorupsi serupa KPK selalu 'dihabisi'. Pada masa kepemimpinan Presiden Sukarno, lembaga antikorupsi yang dibubarkan saat itu adalah Badan Pengawas Aparatur Negara. Pembubaran lembaga itu dipicu dimulainya penyelidikan pembangunan stadion Gelora Bung Karno yang saat itu masih bernama Stadion Senayan.
"Ketika lembaga gencar memeriksa stadion itu, Presiden Sukarno tiba-tiba membubarkan," kata Bambang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal serupa juga terjadi pada pembentukan Komisi 4 yang dipimpin mantan Perdana Menteri Indonesia Wilopo pada masa orde baru. Komisi 4 saat itu justru seperti 'macan ompong' karena terkesan kehilangan kewenangannya untuk memberantas kasus korupsi.
Ia juga membandingkan dengan lembaga antikorupsi di negara lain yang mengalami nasib serupa. Misalnya, di Korea Selatan dan Malaysia yang pernah melengserkan pimpinan lembaga antikorupsi karena berusaha menyidik kasus korupsi yang menyeret pimpinan negaranya.
"Apakah
KPK akan mengalami nasib yang sama? Kami berharap hal itu tidak terjadi," ujar mantan tersangka kasus pengaturan kesaksian palsu di Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Bambang menyadari, sejak awal lembaga antikorupsi telah dibuat tak berdaya dengan minimnya ketersediaan sarana dan prasarana, kewenangan yang terbatas, tokoh lembaga yang tidak didukung sarana, dan tidak adanya jaminan perlindungan bagi lembaga itu sendiri.
"Diduga memang ada kepentingan kekuasaan koruptif yang akan dilindungi," ucap Bambang.
Ancaman ini, tak hanya dari luar, namun juga muncul di internal KPK. Bambang menyebutnya dengan istilah pembusukan dari dalam. Salah satu yang terjadi adalah ketika Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman bersedia memenuhi panggilan pansus angket KPK beberapa waktu lalu.
"Proses pembusukan KPK dari dalam tengah berlangsung. Ada pihak yang diduga sengaja melakukan disintegrasi dan disintegritas untuk merusak kepercayaan publik terhadap KPK," katanya.
Di sisi lain, Bambang melihat ada konflik kepentingan dari keberadaan pansus angket DPR yang ditujukan kepada KPK. Menurut dia, alasan pansus angket yang awalnya ingin membuka rekaman persidangan Miryam S Haryani hanya alasan untuk membongkar seluruh kasus korupsi e-KTP.
"Pansus angket menunjukkan ada konflik kepentingan. Kesaksian Miryam ini yang nantinya menjadi pintu masuk untuk membongkar seluruh kasus e-KTP (yang ditangani
KPK)," ucap Bambang.