Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Penyidikan Komisi Pembernatasan Korupsi (KPK) Brigadir Jenderal
Aris Budiman menceritakan protesnya terhadap pimpinan KPK terkait dengan surat elektronik (e-mail) yang dikirimkan Novel Baswedan.
Aris mengaku tak terima dengan e-mail yang dikirim Novel pada 14 Februari 2017 itu. Menurut jenderal bintang satu itu, tuduhan Novel melalui email tersebut sudah melewati batas dan cenderung fitnah.
"Pada saat itu terjadi dikirimkan email kepada saya, saya baca, saya sangat tersinggung. Tentu saya marah, merasa terhina, tapi saya berusaha tenang," kata Aris saat ditemui wartawan di Jakarta, Rabu (6/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aris berkata, setelah menerima email dari Novel, yang isinya menyerang pribadi, dirinya langsung menemui pimpinan KPK bersama Deputi Penindakan Inspektur Jendral Heru Winarko.
Menurut dia, setelah berada di ruangan, para pimpinan bertanya menganai email yang dikirim oleh Novel. Saat itu, Aris menyampaikan dirinya bisa menahan diri, namun tetap merasa terhina atas isi email tersebut.
Dalam pertemuan itu, lanjut Aris, pimpinan mengaku akan menindaklajuti laporan tersebut. Namun, seminggu setelah pertemuan tersebut, tak ada langkah yang diambil pimpinan KPK.
"Dikatakan oleh pimpinan (awalnya), 'oke kalau begitu'. Artinya saya berupaya lho, harapan saya itu supaya ada tindakan, seharusnya lembaga mengambil tindakan-tindakan seperti apa, tapi seminggu tidak ada tindakan," tuturnya.
Merasa tak ada proses pemeriksaan atas laporan terkait e-mail itu, mantan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri itu kembali mendatangi pimpinan KPK. Aris kembali menyampaikan protesnya lantaran laporan dirinya tak ditanggapi.
"Suatu saat saya menghadap lagi kepada pimpinan, lalu saya bilang kepada pimpinan tersebut, 'sampai sekarang tindakan lembaga ini yang seorang penyidik memberikan surat e-mail seperti itu tidak diproses'. Lalu pada saat itu pimpinan mulai memprosesnya," kata Aris.
Aris mengungkapkan, setelah beberapa kali dirinya bertanya ke pimpinan, barulah Direktorat Pengawasan Internal (PI) melakukan pemeriksaan terhadap Novel. Namun Aris heran, setelah pemeriksaan berjalan dirinya diminta menghentikan laporan dan berdamai.
"Diminta (keterangan) seminggu, dua minggu, kemudian saya disuruh hentikan (laporan), supaya didamaikan, katanya," tutur Aris.
Belakangan diketahui, kasus tersebut diambil alih pimpinan KPK.
Terkait tindakan mengirim e-mail protes kepada Aris yang dianggap menyerang pribadi, Novel langsung diberikan sanksi berupa Surat Peringatan (SP) 2. Namun SP2 tersebut dibatalkan, karena mendapat banyak protes.
 Dirdik KPK Aris Budiman mengaku telah melaporkan email Novel Baswedan ke pimpinan KPK namun tidak direspons. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
Aris menambahkan, dirinya pun heran dengan fakta yang terjadi itu. Dia juga tak menyangka, mereka yang menarik garis menuding dirinya dan penyidik dari Polri adalah penyusup dan membocorkan berkas penyidikan.
'Coba (lihat itu) muncul di dalam koran-koran, majalah-majalah nasional itu seperti apa? Itu kan detail sekali," jelasnya.
Tak Salah Hadiri Pansus KPKSelain soal masalah email dengan Novel,
Aris Budiman juga menyampaikan pembelaannya tentang kehadiran di Pansus Angket KPK. Mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya itu, menegaskan tindakannya hadir dalam rapat Pansus Angket KPK bukan langkah yang ilegal.
Sebab, Aris mengklaim telah melalui semua proses dan mekanisme administrasi yang ada di KPK. Terlebih, lanjutnya DPR merupakan lembaga yang konstitusional.
"Jadi saya tidak bersalah, tidak ada yang saya langgar itu. Semuanya lewat administrasi saya lalui semua," kata dia.
Aris mengatakan, apa yang disampaikan dalam Pansus Angket KPK, Selasa (29/8) bukan sekadar masalah etik biasa yang dilakukan Novel. Menurut dia, email dar Novel itu seperti laiknya gunung es.
"Saya bilang di DPR, ingatlah perkara saya, saya dikirimi email, meski mereka menilai itu hanya masalah etik, tapi bagi saya tidak seperti itu, rangkaiannya panjang sekali. Dan puncak dari itu, dia (Novel Baswedan) tuduh saya tidak berintegritas, terburuk sepanjang, hmm, itu," ujarnya.
Aris membantah semua tudingan yang menyebut dirinya bertemu dengan anggota Komisi III DPR serta menerima uang Rp2 miliar untuk mengamankan politikus Partai Hanura Miryam S Haryani dalam kasus korupsi e-KTP.
"Kalau saya dibilang tak integritas, wong tak pernah kok saya lakukan pelanggaran sebagainya," kata mantan Kapolresta Pekalongan itu.
"Saya berkarir tak pernah menggunakan otoritas, saya tidak pernah mengunakan apapun itu. Saya merangkak lho berkarir itu. Tapi saya tidak pernah mengeluh. Tidak," kata
Aris Budiman menegaskan.
(djm/djm)