Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menjamin tak akan ikut campur dalam suksesi kepemimpinan di Kesultanan Yogyakarta.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah hanya bisa mencampuri urusan keistimewaan seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Urusan internal Keraton ihwal suksesi kepemimpinan tak akan dicampuri pemerintah pusat.
"Kami (berpatokan pada) undang-undang. Walau Yogyakarta daerah istimewa, keistimewaannya adalah Kasultanan Yogya dan Pakualaman," kata Tjahjo di Semarang seperti tertulis di keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Jumat (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah membuka peluang bagi perempuan untuk menjadi Gubernur DIY. Peluang diberikan setelah MK mengabulkan gugatan soal syarat pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m UU 13/2012.
Nyatanya, meski membolehkan Gubernur dijabat perempuan, putusan MK tidak berkaitan langsung dengan persoalan suksesi keraton.
Walau otomatis menjabat Gubernur, pelantikan Sultan di DIY harus ditentukan melalui mekanisme tertentu yang sesuai adat. Selama ini, adat di Bumi Mataram menjunjung kepercayaan bahwa pemimpin, atau Sultan, adalah jabatan yang harus diemban keturunan laki-laki raja sebelumnya.
Polemik muncul karena raja berkuasa saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono X, tidak memiliki anak laki-laki. Pembicaraan mengenai siapa penggantinya kelak pun kerap terjadi.
"Dalam kerangka internal keraton itu punya aturan, yang itu pihak Kasultanan Yogya yang punya mekanismenya. Jadi MK tidak masuk ke ranah sana. MK masuk ke ranah apakah (cagub) laki-laki atau perempuan melanggar UUD atau tidak," kata Tjahjo.
Syarat dan tata cara penetapan Sultan di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat terdapat pada aturan yang disebut paugeran. Hak mengubah paugeran dimiliki Sultan petahana.
Hingga saat ini Sultan Hamengku Buwono X belum mengumumkan isi paugeran.