Jakarta, CNN Indonesia -- Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, meminta maaf pada keluarga Tiara Debora Simanjorang menyusulnya tewasnya bayi empat bulan itu saat dirawat di instalasi gawat darurat. Humas RS Mitra Keluarga Group dr Nendya Libriyani mengklaim pelayanan terhadap Debora sebagai pasien sama sekali tak terkait masalah uang.
"Kami mengucapkan turut berduka cita yang mendalam dan simpati kepada Bapak Rudi (Simanjorang) dan Ibu Henny (Silalahi) atas berpulangnya Tiara Debora," kata Nendya dalam konferensi pers terkait tewasnya Tiara Debora, Senin (1/9), di Jakarta.
"Perwakilan kami telah mengunjungi keluarga di rumahnya, kami juga menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin dirasakan Bapak Rudi dan Ibu Henny atas pelayanan dari kami," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di rumah keluarga Debora, pihak RS mengembalikan uang biaya perawatan yang sempat dibayarkan orang tua Debora sekitar Rp6 juta.
Nendya melanjutkan, RS Mitra Keluarga Kalideres telah melakukan tindakan medis yang optimal untuk menyelamatkan jiwa Debora.
Tidak ada perbedaan perlakuan atau pelayanan kepada semua pasien. Oleh karena itu, permintaan maaf pihak RS sama sekali tidak terkait dengan persoalan seputar biaya administrasi.
"Kami menganggap semua yang dirasakan, mulai dari masuk sampai terakhir merasakan layanan, kami mohon maaf," tutur Nendya.
Kisah Debora, bayi berusia empat bulan, dimulai sejak ia meninggal pada Minggu (3/9) pekan lalu. Debora mengalami batuk berdahak dan sesak nafas, semalam sebelumnya.
Orang tuanya, Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang membawa Debora ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.
Debora pun tiba di Instalasi gawat darurat (IGD) RS tersebut. Namun, karena kondisinya yang memburuk, Debora dinyatakan harus segera dibawa ke ruang pediatric intensive care unit (PICU).
Untuk masuk ke ruang tersebut, uang muka Rp19,8 juta harus disediakan. Kartu BPJS Kesehatan yang dimiliki tak bisa digunakan karena rumah sakit swasta itu tak kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Orang tua Debora kemudian berusaha mencari rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS agar anaknya bisa dirawat ke ruang PICU. Namun ruangan yang dinilai bisa menyelamatkan nyawa anaknya itu tak kunjung didapatkan. Sekitar 6 jam di IGD, Debora tak bisa diselamatkan. Ia dinyatakan meninggal sekitar pukul 10.00 WIB.
Nendya menjelaskan perihal sikap RS yang tidak segera membawa Debora dari ruang IGD ke PICU. Ia berkata bahwa tidak ada perbedaan antara dua ruang tersebut.
"Di UGD adalah pertolongan pertama untuk mengatasi kegawatdaruratan pada pasien, untuk tahap selanjutnya dokter akan menentukan tindakan lanjutan apakah perlu di ruang PICU atau tidak," jelas Nendya.
Debora tewas di ruang IGD. Peristiwa itu menjadi perhatian publik. Kepolisian dan Dinas Kesehatan ikut mengusut tewasnya Debora. Nendya mengatakan, pihaknya siap mematuhi prosedur hukum terkait kasus ini.
"Jujur sampai saat ini kami belum dapat informasi dan panggilan dari kepolisian, namun apabila itu terjadi dan diperlukan yang pasti kami akan ikuti prosedur hukum yang berlaku," ujar Nendya.