Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus PDI Perjuangan Emir Moeis mengajukan gugatan uji materi tentang keterangan saksi yang tertuang dalam pasal 162 KUHAP ke Mahkamah Konsitusi (MK).
Ketentuan dalam pasal tersebut mengatur tentang keterangan saksi yang tidak dapat hadir dalam sidang atau tidak dipanggil karena jauh tempat tinggalnya, maka keterangannya dapat dibacakan. Emir yang pernah terjerat kasus suap ini merasa dirugikan karena salah satu saksi kunci tak dihadirkan jaksa.
"Saya bukan cari kebebasan, tapi keadilan. Saya hanya ingin mengungkapkan kebenaran supaya tidak ada lagi hal serupa," ujar Emir di gedung MK, Kamis (14/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Emir pernah terjerat kasus suap PLTU Tarahan, Lampung, pada 2004 silam. Ia lalu divonis tiga tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Saat perkara itu disidangkan, Emir meminta jaksa untuk menghadirkan salah satu saksi berkewarganegaraan asing, Pirooz M Sarafi, yang juga Presiden Direktur Pacific Resources. Namun hingga perkara itu selesai disidangkan, saksi Pirooz tak pernah dihadirkan.
"Padahal dia itu satu-satunya saksi mahkota yang tidak hadir dalam persidangan saya," katanya.
Emir khawatir ketentuan dalam pasal tersebut menimbulkan sikap sewenang-wenang dari jaksa. Sebab, ia menduga, tak menutup kemungkinan jaksa sengaja menyembunyikan saksi tersebut.
Kini, melalui uji materi di MK, Emir berharap saksi yang tak bisa dihadirkan di persidangan dapat memanfaatkan penggunaan teknologi komunikasi.
"Supaya kalau saksi tidak bisa hadir, dapat dilakukan dengan telekonferensi," katanya.
Emir selaku anggota DPR saat itu terbukti menerima US$357 ribu dari PT Alstom Power Incorporated Amerika Serikat dan Marubeni Incorporate Jepang melalui Pirooz.
Vonis itu dinilai terlalu berat lantaran dirinya merasa tak melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Emir sendiri kini telah menghirup udara bebas.