Jokowi Diminta Jamin Kebebasan Berkumpul dan Berpendapat

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Minggu, 17 Sep 2017 18:54 WIB
Seminar penelusuran sejarah terhadap peristiwa 1965 digagalkan pihak kepolisian. Presiden Jokowi pun didesak menjamin kebebasan berkumpul.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi diminta menjamin kebebasan berkumpul dan berpendapat di muka umum. (CNN Indonesia/Hesti Rika)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Advokasi Seminar 1965 meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjamin kebebasan berkumpul dan berpendapat di Indonesia. Tim advokasi itu terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

"Seiring dengan banyak sekali pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh Jokowi masalah Hak Asasi Manusia dan hukum menurun, seperti dinomorduakan," kata Ketua YLBHI Asfinawati di Gedung LBH Indonesia, Minggu (17/9).

Padahal, ia menambahkan, nawacita tidak hanya berisi pembangunan ekonomi tetapi juga pembangunan budaya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asfi mengungkapkan, mulai terberangusnya hak untuk berkumpul dan berpendapat tercermin saat kepolisian menghalangi diskusi akademis tentang pengungkapan sejarah Indonesia 1965-1966 pada 16-17 September 2017 karena tekanan massa dan berita hoax.

"Jika kebebasan untuk berpendapat sudah terhambat, tinggal tunggu waktu hak-hak selanjutnya juga akan terampas," ujarnya.
Tindakan menghalangi tersebut, menurut dia, merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat seperti diatur dalam Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Artinya, demokrasi kita sedang diatur oleh sekelompok orang atau kerumunan massa yang mungkin juga beringas, mungkin juga tidak. Tentu saja, negara kita tidak boleh haluannya diarahkan oleh tuntutan massa itu. Sudah banyak korbannya," tuturnya.
Presiden Jokowi diminta menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul di muka umum.Presiden Jokowi diminta menjamin kebebasan berpendapat dan berkumpul di muka umum. (CNN Indonesia/Hesti Rika)

Pada 16-17 September 2017, Forum 65 berencana membuat diskusi akademis mengenai pelurusan sejarah Indonesia 1965-1966 yang dibuat terbatas untuk 50 orang di LBH Jakarta. Namun, beberapa hari sebelumnya, bermunculan hoax dan fitnah di beberapa media sosial yang mengungkapkan acara tersebut merupakan acara penyebaran paham komunis di Indonesia.

Sehari sebelum acara berlangsung, pihak LBH Jakarta telah bertemu dengan kepolisian untuk mengklarifikasi acara sejarah tersebut merupakan diskusi akademis dan bukan penyebaran ajaran komunis. Kedua belah pihak sepakat acara boleh tetap berlangsung dengan pengawasan.

Pada pelaksanaannya, Sabtu (16/9) kemarin, pihak kepolisian yang dikoordinasi Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Menteng, Ronald Purba, membarikade akses jalan ke Jalan Diponegoro, tempat kantor LBH Jakarta. Akibatnya para peserta dan panitia tidak bisa masuk pada pukul 07.00 WIB.
Pada pukul 08.30 WIB, berlangsung negosiasi antara pihak panitia dan kuasa hukum dengan pihak kepolisian, yang diwakili pihak Markas Besar (Mabes) Polri, Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dam Polsek Menteng.

Berdasarkan hasil negosiasi yang berlangsung selama dua jam, pihak kepolisian meminta diskusi ditunda dengan alasan tidak memiliki izin keramaian dan pemberitahuan. Padahal, berdasarkan Petunjuk Pelaksanaan Kapolri Nomor Pol/02/XII/95, diskusi terbatas yang terdiri dari 50 orang tidak termasuk kegiatan yang membutuhkan izin maupun pemberitahuan kepada kepolisian.

"Polisi harusnya bertidak hanya berdasarkan hukum. Karena yang disebut oleh konstitusi Indonesia, Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum bukan negara yang berdasarkan kerumunan," ujar Asfi.

Selain itu, ia melanjutkan, seharusnya kepolisian menangkap oknum-oknum yang bertanggung jawab menyebarkan berita hoax yang provokatif.

Tim Advokasi Seminar 65 selanjutnya bakal mengirimkan surat resmi kepada Jokowi terkait kronologi gagalnya diskusi LBH yang dialami kemarin.
"Kami menuntut tindakan tegas agar Presiden menertibkan aparat di bawahnya, memberikan sinyal positif kepada rakyat bahwa demokrasi kita masih berjalan dengan baik," ujar Asfinawati.
(djm/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER