Selain dalam peristiwa tersebut, Najib menilai kelompok Islam-politik juga memanfaatkan penangkapan sejumlah ulama sebagai isu untuk membangun opini terhadap Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta itu memang telah dihantam isu miring tudingan terkait komunisme dan PKI.
Tak hanya itu, sambung Najib, mereka bahkan menuding partai tempat Jokowi bernaung, PDI Perjuangan sebagai kendaraan komunisme. Dan, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian sebagai pihak anti Islam yang mendukung tumbuhnya komunime karena menangkap para ulama.
“Bagi mereka, PKI tidak akan pernah mati, bahkan mengalami transformasi ke dalam berbagai lembaga,” ujar Najib.
Atas dasar itu, di masa mendatang Najib berharap semua pihak lebih mengedepankan gagasan dan pandangan yang jernih. Terutama, lanjutnya, dalam dalam menilai dinamika politik yang kerap berubah dengan cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu, katanya, untuk mencegah timbulnya kesalahpahaman yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak berkentingan atau elite politik tertentu.
Ia juga menegaskan, kebangkitan komunisme adalah ‘hantu’ di siang bolong. Paham itu dianggap hanya ilusi belaka yang dijadikan sebagi alat marketing politik.
Secara khusus, di antara serangkaian peristiwa itu, Najib menduga ada aroma politik dari manuver Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Najib menduga perwira tinggi dari Angkatan Darat itu bermanuver dengan kelompok Islam-Politik. Gatot dianggap bagian dari tentara konservatif nonreformis yang merindukan TNI kembali berpolitik.
"Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo diduga mengolah simbolisme 'hijau-hijau' ini dalam konstelasi politik sekarang—mirip yang terjadi pada saat Pilkada Jakarta (Februari 2017). Ia berselancar meniti gelombang pasang naik kelompok Islam-Politik," kata Najib.
Tudingan terhadap Gatot sejalan dengan fakta kehadiran Orde Baru di Indonesia, di mana tentara dan gerakan Islam-politik berkolaborasi memberangus komunisme. Kala itu, Najib berkata, TNI Angkatan Darat menggunakan pandangan aktivis Islam yang menilai komunisme sebagai atheisme. Pandangan itulah yang saat ini diduga coba dibangun Gatot untuk digunakan pada saat yang tepat.
“Jadi dalam bacaan saya, ini terkait dengan proses politik yang mengarah pada pertarungan politik tahun 2019 meski hingga saat ini lawan Jokowi belum jelas siapa. Tapi minimal kekuatan alternatif itu sedang membangun poros, sumbu,” ujarnya.