Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Narkotika Nasional (BNN) menilai cara pemberantasan narkoba yang efektif adalah dengan mengurangi jumlah pengguna lewat metode rehabilitasi. Hal ini diyakini bisa memutus lingkaran setan ketergantungan narkotik dan obat-obatan terlarang.
"Kalau sudah semua direhabilitasi tidak ada pecandu, permintaan turun, tidak usah (narkoba) diberantas seperti ini. Seperti babat rumput sebetulnya, selama permintaan tinggi akan datang terus narkoba," kata Direktur Pascarehabilitasi BNN Brigjen Budiyono di kantornya, Jakarta, Rabu (20/9).
Budiyono menyayangkan belum ada kontrol pada sisi permintaan narkoba. Padahal, ia meyakini pasokan ke dalam negeri akan berkurang seandainya prioritas diberikan dalam aspek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini belum menjadi prioritas, padahal penting.
Demand kontrolnya tidak ada," katanya.
Budiyono juga menyebut fasilitas rehabilitasi jarang digunakan, meski gratis dan diperuntukkan bagi seluruh pemakai narkoba aktif. Sebagai catatan, pecandu narkoba yang akan rehabilitasi tidak akan ditangkap karena mereka tidak masuk kategori korban narkoba.
"Tapi kalau ditangkap ada barang bukti, seperti Iwa K, Tora Sudiro, ada hukumannya," ujarnya.
Pengguna narkoba di Indonesia disebut paling suka mengkonsumsi sabu dan ganja. Budiyono mengatakan, daerah pengguna narkoba terbesar diantaranya adalah Jawa, Papua, dan Medan.
Berdasarkan data BNN, ada 4-5 juta orang Indonesia yang pernah menggunakan narkoba, dengan 1-2 juta di antaranya pengguna aktif.
Budiyono mengungkapkan, jutaan pengguna narkoba itu tak bisa dalam waktu bersamaan direhabilitasi BNN maupun pemerintah karena adanya keterbatasan kapasitas.
"Balai rehabilitasi milik BNN ada di Makassar, Kalimantan Timur, Batam, Lampung, Medan. Tapi semua provinsi sebetulnya ada milik rumah sakit umum RSJ jadi tempat rehab milik pemda, itu baru mengcover 30an ribu (pengguna) efektifnya," katanya.