Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setiadi mengingatkan terduga kasus korupsi, dalam hal ini Ketua DPR
Setya Novanto, tidak menjadikan sidang praperadilan sebagai media untuk menghindar dari jeratan hukum. Hal itu diutarakan Setiadi dalam lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Setnov di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (22/9).
"Praperadilan tidak boleh dijadikan sebagai alat untuk menghindari hukum," tutur Setiadi dalam persidangan.
Setiadi mengutarakan hal tersebut karena menganggap permohonan tim kuasa hukum Setnov tidak laik diajukan dalam sidang praperadilan. Menurut dia, permohonan yang diajukan sudah masuk dalam materi perkara, sehingga tidak bisa dipersoalkan dalam sidang praperadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, dia menilai permohonan-permohonan yang diajukan cenderung mengada-ada. "Dalil-dalil yang diajukan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi bukan ke sidang praperadilan," ujarnya.
Pada persidangan sebelumnya, tim kuasa hukum Setnov meminta hakim Cepi Iskandar untuk membatalkan penetapan tersangka terhadap Setnov. Menurut mereka, KPK belum memiliki bukti yang cukup sehingga bertentangan dengan KUHAP dan UU KPK.
Setiadi menjelaskan, KPK telah memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Setnov menjadi tersangka dalam dugaan kasus korupsi e-KTP. "Termasuk di dalamnya sprindik diterbitkan," kata Setiadi.
Bahkan disampaikan Setiadi, pihaknya telah melakukan penyelidikan dan penyidikan sejak 2011 terhadap orang-orang yang diduga terlibat dalam korupsi e-KTP. Termasuk juga telah memeriksa
Setya Novanto sebanyak empat kali.
"Antara lain Pak Sugiharto, Pak Irman, Andi Narogong, dan dalam surat penyelidikan itu disebutkan 'dan kawan-kawan'. Berarti tidak hanya tiga orang itu," kata Setiadi.
Oleh karena itu, dia merasa pihaknya telah melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang serta memiliki cukup bukti untuk menetapkan Setnov menjadi tersangka.
Tim kuasa hukum Setnov juga mempertanyakan anggota penyidik KPK yang masih berstatus aktif sebagai anggota kepolisian dan kejaksaan. Soal keabsahan penyidik, Setiadi mengatakan, bukan kewenangan sidang praperadilan, melainkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"PTUN memutus sengketa tata usaha negara. Termasuk sengketa di antara orang, badan hukum, atau pejabat atau sengketa kepegawaian," jelas Setiadi.
Pada persidangan sebelumnya, Tim kuasa hukum Setnov juga meminta Hakim Cepi Iskandar untuk membatalkan pencekalan terhadap Setnov. Mengenai hal itu, Setiadi mengatakan, status pencekalan bukan kewenangan KPK, sehingga tidak bisa dibahas dalam sidang praperadilan.
"Dengan demikian, permohonan yang dilakukan pemohon (
Setya Novanto) bukan ruang lingkup praperadilan," kata Setiadi.
(djm/djm)