Jajang C. Noer Akui Film G30S/PKI Minim Data

CNN Indonesia
Sabtu, 23 Sep 2017 13:19 WIB
Jajang C. Noer mengakui bahwa film Pengkhianatan G30S/PKI dibuat dengan sumber yang sangat terbatas sehingga kini perlu pembaruan.
Film Pengkhianatan G30S/PKI digelar di sejumlah tempat di Indonesia pada September ini. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jajang C. Noer setuju wacana Presiden Joko Widodo yang ingin membuat film baru tentang peristiwa G30S/PKI.

Namun, istri sutradara film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI mendiang Arifin C. Noer itu menyebut film harus ditunjang data-data baru yang ditemukan setelah masa pemerintahan Orde Baru.

"Seperti bagian penganiayaan. Menurut forensik UI (Universitas Indonesia) ketika itu tidak terjadi penganiayaan di sana. Kayak gitu-gitu harus dilengkapi info itu," tutur Jajang usai diskusi Populi Centre bertajuk 'Tentang Film Itu...' di Menteng, Jakarta, Sabtu (23/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan, film besutan suaminya dulu digarap dengan sumber informasi dan data yang minim. Hal itu terjadi karena tidak banyak orang yang mau memberi informasi terkait riwayat Partai Komunis Indonesia, terutama perihal Dipa Nusantara Aidit selaku Ketua Comite Central.

Dulu, kata Jajang, orang yang sebenarnya tahu tentang PKI lebih memilih diam karena takut mendapat perlakuan kurang baik di masyarakat.

Anggota PKI yang menjadi sumber informasi Arifin kala itu, ungkap Jajang, hanya Sjam Kamaruzzaman yang ditemuinya di penjara Salemba, Jakarta.

Sjam sendiri merupakan ketua Biro Chusus PKI yang merencanakan penculikan enam jenderal Angkatan Darat pada 30 September 1965 yang keberadaannya masih simpang siur.

Seluruh pejabat teras PKI tidak mengakui adanya Biro Chusus saat bersaksi dalam Mahkamah Militer Luar Biasa. Hanya Aidit yang disebut mengetahui soal itu sementara dia ditembak mati di Solo, Jawa Tengah.

"Dia (Sjam) pun sulit. Ditanya cuma jawab, iya dan enggak tahu. Ditanya apakah Aidit merokok, jawabnya cuma, ya begitulah," kata Jajang.

Saat ini, kata Jajang, sumber informasi lebih banyak dibanding saat suaminya dulu membuat skenario film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI. Banyak literatur ilmiah yang membahas soal itu dengan temuan-temuan baru, baik dari dalam negeri mau pun luar negeri. Tidak seperti Arifin yang dulu hanya menggunakan hasil penelitian mantan menteri pendidikan, Nugroho Notosusanto.

"Ya karena tahun 2000 waktu kita reformasi, ada data yang baru, yang masuk pun dari CIA (agen intelejen Amerika Serikat). Ya itulah yang bisa dikemukakan," ucap Jajang.

Bahkan, tutur Jajang, saat ini banyak mantan anggota PKI yang sudah berani muncul ke publik dan bersedia dimintai informasi. Ia meminta hal itu dioptimalkan agar film baru benar-benar dipenuhi dengan data-data baru.

"Nah, untuk sekarang ini bisalah PKI Menyumbangkan juga pendapatnya. Jadi akan lengkap," kata Jajang.

Jajang kembali menegaskan bahwa dirinya setuju jika Jokowi ingin membuat film G30S yang baru. Namun, kata Jajang, film baru itu mesti membahas soal penculikan jenderal Angkatan Darat.

"Saya sih menyambut baik usulnya Pak Presiden Jokowi membuat film dengan versi yang lain," kata Jajang.

"Tapi seluruhnya bukan dari aspek yang lain, tapi tetap pada sejarah A-B-C-D tentang jenderal yang diculik," lanjutnya.

Presiden Joko Widodo melayangkan wacana tentang perlunya pembuatan film baru Mengenai G30S/PKI. Jokowi menganggap perlu ada film baru yang lebih mudah dipahami generasi saat ini.

"Akan lebih baik kalau ada versi yang paling baru, agar lebih kekinian, bisa masuk ke generasi-generasi milenial,” katanya seperti dilansir dari laman resmi Sekretariat Negara," katanya.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER