Jakarta, CNN Indonesia -- Pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Barat 2018 mulai bergeliat. Partai politik sudah sibuk memilih sosok yang bakal diusung menjadi calon gubernur dan wakil gubernur Tanah Pasundan lima tahun ke depan.
Partai NasDem sudah mantap dari jauh hari mendukung Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sebagai bakal calon gubernur Jabar. Keputusan itu disusul PKB, yang juga telah memastikan memberikan dukungan pada pria yang karib disapa Kang Emil.
Lain NasDem dan PKB, PDIP dan Partai Golkar menutup pintu dukungan pada Kang Emil. Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu hingga kini belum memberikan dukungan pada siapa pun dalam Pilgub Jawa Barat 2018 mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah pencalonan, internal Golkar diwarnai insiden surat dukungan bodong dari DPP Golkar pada Kang Emil dan Daniel Mutaqien Syafiuddin sebagai bakal calon wakil gubernur. Surat itu dipastikan hoax oleh Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham.
Golkar sendiri memiliki kader yang terbilang potensial, yakni Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dia juga merupakan Ketua DPD Golkar Jawa Barat. Namun partai berlambang pohon beringin itu belum secara final mendukungnya sebagai calon gubernur.
Sementara itu, Partai Gerindra dan PKS sudah 'mesra' membentuk koalisi dengan mengusung Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu. Namun belakangan, koalisi kedua partai yang bisa merebut kursi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta itu goyang.
Gerindra Jawa Barat menarik dukungan pada pasangan Demiz-Syaikhu. Pimpinan pusat partai besutan Prabowo Subianto itu tetap memberikan dukungan untuk Deddy, dengan mempertimbangkan sosok Syaikhu sebagai pendampingnya.
"Wakilnya belum. Deddy Mizwar baru direkom sebagai cagub. Ya 70 persen lah ya (kalau dengan Syaikhu), kan kami rencananya akan koalisi sama PKS. Nanti bagaimana PKS menyodorkan kadernya," kata Wakil Ketua DPP Gerindra, Arief Poyuono saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Arief menekankan, mekanisme di partainya, untuk pemilihan kepala daerah tingkat provinsi, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang akan memutuskan siapa calon gubernur yang diusung. Sejauh ini, kata Arief, Prabowo memberikan dukungan pada Deddy Mizwar.
Arief memastikan pada November, pihaknya bakal menyampaikan pasangan yang pasti untuk maju dalam gelaran Pilgub Jawa Barat, dengan Deddy Mizwar sebagai calon gubernurnya.
"Yang namanya mencalonkan kepala daerah dalam tingkatan gubernur itu haknya pak Prabowo Subianto. Yang pasti sepanjang, yang saya tahu Pak Prabowo usung Pak Deddy Mizwar," tuturnya.
Lain lagi dengan Partai Demokrat, PPP, Hanura dan PAN. Keempat partai tersebut belum menentukan sosok yang bakal diusung menjadi calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat. Mereka mengisyaratkan membuka koalisi poros baru.
Untuk Pilgub Jawa Barat, pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur mulai dibuka pada 1 Januari 2018. Sementara itu pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan pada 27 Juni 2018, serentak bersama daerah lainnya yang melaksanakan pemilihan.
Partai politik setidaknya masih memiliki waktu tiga bulan untuk memfinalisasi dukungan dan mendaftarkan para pasangangannya. Dinamika politik di Jawa Barat bakal kian meninggi menjelang pendaftaran untuk maju memperebutkan kursi Jawa Barat satu.
Partai Gagal Cetak KaderPengamat Politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Firman Manan menilai belum mantapnya partai mengusung calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat dari jauh-jauh hari lantaran partai politik gagal mencetak kader lokal untuk maju di ajang pemilihan kepala daerah.
Firman menyatakan, jika partai menerapkan rekutmen dan kaderisasi yang baik, mereka tak bakal bingung menentukan pilihan untuk maju sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, termasuk untuk Jawa Barat.
"Sekarang yang jadi persoalan setiap akan Pilkada, partai seperti kebingungan mencari-cari sosok" kata Firman kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Firman, sebenarnya Golkar memiliki kader yang potensial untuk menjadi gubernur, yakni Dedi Mulyadi, yang kini masih menjadi Bupati Purwakarta. Nama Dedi yang dikabarkan bakal diusung Golkar.
Namun, lanjut Firman, di internal partai yang kini dipimpin Setya Novanto seperti ada perpecahan. Kemarin, tiba-tiba muncul surat bodong dukungan untuk Ridwan Kamil-Daniel Mutaqien Syafiuddin untuk Jawa Barat satu.
Buru-buru surat itu dibantah oleh Sekjen Golkar Idrus Marham. Terlepas dari itu, Firman menyebut dalam soal Pilkada, masih ada campur tangan pimpinan pusat atau elit partai yang mempengaruhi keputusan pimpinan daerah.
"Ada masalah keputusan di tangan elite, bukan lewat mekanisme di bawah. Menurut saya harusnya ada mekanisme internal yang demokratis dalam menyeleksi calon-calon," tuturnya.
Ketua DPD Golkar Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengatakan, Pilgub Jawa Barat meulai memanas karena berdekatan dengan hajatan akbar, Pemilu 2019.
Apalagi, selain Jawa Barat, ada sejumlah provinsi yang punya pengaruh juga menggelar pemilihan kepala daerah. Sebut saja, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Papua.
"Penduduk Jawa Barat sangat banyak, ada sekitar 46 juta, kemudian mepet-mepet hajat besar di Jakarta, bagaimana pun atmofer dibawa-bawa. Ada aspek hajat politik untuk Pemilu 2019 itu," tutur Dedi kepada CNNIndonesia.com.
Dedi tak ambil pusing dengan polemik surat penunjukkan langsung untuk Ridwan Kamil. Meski tak merasa dilangkahi --karena dia orang nomor satu Golkar Jawa Barat, Dedi mengingatkan bahwa keputusan pusat harus mempertimbangkan masukan dari bawah.
"Apapun yang diputuskan oleh Partai Golkar, harus didasarkan pada pertimbangan kepentingan masyarakat Jawa Barat dan kepentingan Golkar itu sendiri. Kan Golkar partai kader. Kalau partai kader konsisten pada tingkat pengkaderan," tuturnya.
Memilih di Injury Time
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Padjajaran, Idil Akbar mengaku tak heran dengan pola partai di Indonesia ketika memilih calon menjelang pemilihan kepala daerah, yang masih mengambang.
Idil mengatakan, partai bisa saja sengaja memunculkan nama-nama dari jauh hari, namun itu hanya sebatas melihat respons masyarakat terhadap sosok tersebut. Ditambah adanya bargaining di internal partai bila memutuskan seorang calon.
"Saya kira itu yang paling mungkin dan masuk akal untuk melihat fenomena apa yang mengusung kemudian tarik dukungan, atau parpol yang seolah-olah mengeluarkan surat tapi ternyata hoax," tuturnya dihubungi terpisah.
Dari survei terakhir yang dilakukan Lembaga survei Media Survei Nasional (Median) terkait elektabilitas bakal cagub di Pilgub Jabar 2018 pada Juli 2017 lalu, Ridwan Kamil berada di tempat teratas.
Ridwan Kamil memperoleh 23,7 persen, kemudian Deddy Mizwar 15,3 persen, Dedi Mulyadi 7,8 persen, Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) 7,7 persen dan Agus Yudhoyono 6,3 persen. Itu lima besar sosok yang memiliki elektabilitas tinggi dalam Pilgub Jawa Barat.
Menurut Idil, nama-nama yang muncul dalam lima besar teratas survei bakal terus didengungkan partai.
"Pada dasarnya kemudian adalah apakah nama-nama yang mucnul tadi itu diterima baik oleh masyarakat, apa ada resistensi sendiri dari masyarakat. Itu yang terjadi pada saat ini," kata dia.
Idil menambahkan partai politik di Indonesia bakal menentukan pilihannya pada detik-detik akhir, termasuk juga pada gelaran Pilgub Jawa Barat mendatang ini.
Alasannya, kata Idil, partai kurang percaya diri dengan yang diusung, sehingga ingin melihat respons masyarakat.
"Sebetulnya pada dasarnya ingin mengukur sejauh mana, tingkat ke-elektabilitas-an dari calon itu," tuturnya.