Anggota BPK Takut Dimarahi Fahri Hamzah soal Status WTP DPR

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Rabu, 27 Sep 2017 16:32 WIB
Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengaku enggan mengubah opini WTP terhadap laporan keuangan DPR karena takut dimarahi Fahri Hamzah.
Anggota BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengaku enggan mengubah opini WTP terhadap laporan keuangan DPR karena takut dimarahi Fahri Hamzah. (CNN Indonesia/Joko Panji Sasongko)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Eddy Mulyadi Soepardi mengaku enggan mengubah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan DPR karena takut dimarahi Fahri Hamzah dan Ade Komarudin.

Ade Komarudin saat itu menjabat Ketua DPR saat itu, sedangkan Fahri Hamzah masih menjabat sebagai wakil ketua DPR.

Hal ini diungkapkan Eddy saat menjadi saksi dalam sidang kasus suap opini WTP Kemendes terhadap auditor BPK dengan terdakwa pejabat Kemendes Sugito dan Jarot Budi Prabowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saya bilang jangan turun opininya (DPR) karena Akom bisa marah, Fahri marah,” ujar Eddy.
Faktanya, kata Eddy, masih terdapat kekurangan berupa keterlambatan pemberian bukti pertanggungjawaban atas laporan keuangan DPR. Permasalahan ini, menurut Eddy, juga menimpa laporan keuangan sejumlah lembaga lain.

“Permasalahan pokoknya ada kegiatan-kegiatan tidak jelas dan tambahan honor kepegawaian. Ini terjadi pada DPD maupun DPR,” katanya.

Eddy sebelumnya juga mengaku pernah dirundung sejumlah menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Perlakuan ini ia terima karena banyak memberikan opini kurang baik pada sejumlah kementerian yang menterinya berasal dari PKB.

Dalam perkara ini, Sugito dan Jarot didakwa menyuap auditor BPK Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli untuk memperoleh opini WTP terhadap hasil laporan keuangan Kemendes tahun anggaran 2016. Suap itu dikumpulkan dengan cara ‘patungan’ dari sejumlah unit kerja eselon I Kemendes sebesar Rp240 juta.
Sugito meminta ‘atensi atau perhatian’ dari seluruh unit kerja eselon I kepada tim pemeriksa BPK berupa pemberian uang dengan jumlah Rp200 juta hingga Rp300 juta. Uang itu akhirnya diperoleh dari sejumlah direktorat jenderal Kemendes dan uang pribadi Jarot. (asa)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER