Jakarta, CNN Indonesia -- Semringah dan ceria, begitu raut muka yang diperlihatkan Ketua Koordinator Bidang Kepartaian Partai Golkar Kahar Muzakir, saat melayani wawancara beberapa wartawan di sela rapat paripurna pembacaan laporan Panitia Khusus Hak Angket KPK, Selasa (26/9) lalu.
Dengan sabar sambil diselingi kelakar, politikus senior Partai Golkar itu menjawab rentetan pertanyaan seputar kebenaran dan hasil rapat pengurus partai beringin yang digelar sehari sebelumnya.
Rapat pengurus harian itu diketahui dari informasi berseliweran dari mulut ke mulut dan foto kegiatan yang beredar di kalangan wartawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hadir dalam rapat di antaranya Kahar sendiri, Ketua Harian Nurdin Halid, Sekretaris Jenderal Idrus Marham, Bendahara Umum sekaligus Ketua Fraksi Robert Kardinal, Ketua Korbid Politik, Hukum dan Keamanan Yorrys Raweyai, dan Ketua Korbid Pemenangan Pemilu Wilayah I Nusron Wahid.
Kahar mengungkap, rapat itu membahas hasil tim kajian elektabilitas yang dipimpin Yorrys, salah satunya berkaitan dengan status hukum Ketua Umum Golkar Setya Novanto.
"Intinya kira-kira ada penurunan elektabilitas, faktor penyebabnya karena tersandera kasus e-KTP. Oleh karena itu mereka berharap Pak Novanto mengundurkan diri," jawab Kahar dua hari lalu.
Selain mengundurkan diri, Novanto juga diminta menunjuk pelaksana tugas. Menurut Kahar, dua poin itu menjadi salah satu rekomendasi hasil rapat dan akan disampaikan langsung kepada Novanto yang masih terbaring di rumah sakit, sebelum dibawa ke rapat pleno.
Kabar dari Kahar siang itu, kemudian dibenarkan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Adies Kadir pada malam harinya. Meski membenarkan ada rekomendasi tersebut, Adies berharap agar semua pihak menunggu kesembuhan Novanto.
 Korbid Kepartaian DPP Golkar Kahar Muzakir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/9). (CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Rekomendasi hasil rapat pengurus harian itu memang menjadi teka-teki tersendiri. Sikap DPP Partai Golkar yang sebelumnya solid mendukung Novanto di tengah pusaran kasus e-KTP, bahkan dikukuhkan dalam rapat pimpinan nasional (Rapimnas) empat bulan lalu, mendadak berubah.
Kahar yang pernah disebut sebagai salah satu loyalis Novanto pun tidak canggung mengungkap situasi yang terjadi di tengah rapat pengurus harian tersebut.
Perubahan sikap pengurus lalu dikonfirmasi secara tegas oleh Yorrys Raweyai. Di tengah cuaca berawan ibu kota kemarin, Yorrys mengungkap kekhawatiran atas elektabilitas partai yang menukik akibat kasus e-KTP Novanto, sudah tidak bisa diselamatkan lagi.
"Kalau mau memberhentikan kasus e-KTP, tidak ada kata selain mengganti (ketua umum). Kalau cara lain mana bisa," kata Yorrys kepada wartawan di sebuah rumah makan di kawasan Senayan, Rabu (27/9).
Bagi Yorrys, pengurus Golkar tak mungkin terus menerus menjawab pertanyaan awak media seputar kasus e-KTP Novanto. Alasannya, pertaruhan citra partai di mata publik.
"Karena kalau kita biarkan terus menerus, maka tidak mustahil Golkar bisa menjadi musuh publik," ujar Yorrys.
 Yorrys Raweyai memimipin tim kajian elektabilitas menanggapi status tersangka Setya Novanto. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Mau tidak mau, suka tidak suka, Yorrys beranggapan Novanto harus mundur demi kepentingan partai. Bahkan, dia sendiri memprediksi kelahiran pengurus baru Golkar akan terjadi pertengahan Oktober mendatang.
Tidak jauh berbeda, pernyataan senada dilontarkan Nurdin Halid yang secara mendadak turut hadir di rumah makan tersebut.
Nurdin kala itu sempat disambangi dan terlibat pembicaraan dengan anggota Fraksi Golkar Ridwan Bae, yang juga kerap disebut loyalis Novanto.
Jawaban Nurdin lebih halus dan diplomatis dibandingkan Yorrys. Menurut Nurdin, rekomendasi itu muncul setelah hasil rapat pengurus pada 13 September sepakat membentuk tim kajian elektabilitas.
Tim yang dipimpin Yorrys dan bekerja sama dengan Ketua Bidang Kajian Strategis dan Sumberdaya Manusia Lodewijk Freidrich Paulus, kata Nurdin, diberi tenggat waktu sepuluh hari untuk melaporkan hasil kajian.
Yorrys dan Lodewijk, dapat memenuhi tenggat waktu yang diberikan. Alhasil, Senin (25/9) tiga hari yang lalu, keduanya memaparkan hasil kajian dari tiga lembaga survei terkait elektabilitas Partai Golkar di tengah pusaran kasus e-KTP Novanto dan berujung rekomendasi penonaktifan serta penunjukan pelaksana tugas.
"Kita tidak boleh menzalimi Pak Novanto, tidak boleh. Tapi kemudian kita tidak boleh membiarkan Golkar terus menerus menghadapi situasi yang memungkinkan Golkar bisa terpuruk," kata Nurdin.
Nurdin mengatakan, hasil rekomendasi itu diamanatkan untuk disampaikan kepada Novanto melalui dirinya dan Idrus Marham. Hanya saja, karena urusan keluarga, Nurdin usai rapat Senin itu, langsung terbang ke Makassar.
Surat rekomendasi itu, menurut Nurdin, sudah disampaikan Idrus kepada Novanto. Dia mengaku belum mengetahui hasil dari komunikasi Idrus dengan Novanto, karena baru mendarat di Jakarta.
Nantinya, jawaban Novanto akan diperdengarkan di rapat pleno DPP Partai Golkar. Dalam rapat pleno, ada dua opsi berkembang, membahas pelaksana tugas atau menetapkan langsung calon yang bakal ditunjuk Novanto.
Meski Nurdin menolak menyebut nominasi yang diprediksi menduduki kursi pelaksana tugas, sejumlah nama seperti Kahar Muzakir hingga Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto disebut-sebut akan menduduki jabatan ini.
 Nurdin Halid dan Setya Novanto. (CNN Indonesia/Abi Sarwanto) |
Nurdin sendiri mengklaim ogah duduk sebagai pelaksana tugas dan memilih fokus pada Pilkada 2018 di Sulawesi Selatan. Bagi Nurdin, yang terpenting ada nakhoda baru partai untuk mengarungi gelaran politik dua tahun ke depan.
Mantan Ketua Umum PSSI ini pun yakin Novanto akan legowo mundur dan tidak akan mengorbankan Partai Golkar demi kepentingan pribadi. Jika tidak, Nurdin berencana membuat evaluasi total terhadap keterkaitan kasus e-KTP Novanto dengan elektabilitas partai.
"Kalau dari evaluasi total kita menyatakan bahwa tidak ada masalah, ya lanjut. Kalau evaluasi kita mengatakan terjadi masalah atau negatif, ya kita harus konsolidasi," ujar Nurdin.
Melihat hasil rekomendasi dan manuver segelintir elite partai yang kerap disebut sebagai loyalis Novanto, membuat posisi Ketua DPR itu semakin terdesak.
Apalagi tuntutan mundur juga sebelumnya telah getol disuarakan dari kader muda macam Ahmad Doli Kurnia dan kawan-kawan di akar rumput jauh hari meski selalu dibungkam pengurus.
 Setya Novanto saat menjalani pemeriksaan di KPK beberapa waktu lalu. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, tidak ada yang dapat dilakukan Novanto selain mundur akibat kasusnya tersebut untuk menyelamatkan partai.
"Golkar butuh penyegaran, Golkar butuh oksigen baru, ekosistem Golkar belakangan rusak dan terganggu akibat ketua umum yang tersandung kasus korupsi. Pilih lah ketua umum yang tak tersandera kasus hukum," kata Pangi kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu.
Sementara pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati berpendapat, prosesi pergantian posisi Novanto bakal terganjal figur penggantinya. Hal itu dinilai menjadi problem utama di tengah desakan Novanto mundur.
"Tidak ada figur kuat pengganti Novanto. Selain itu juga terjadi perimbangan kekuasaan diantara figur-figur yang ada. Ini yang membuat proses pergantian Novanto juga tidak mudah," ujar Mada dihubungi terpisah.