Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan Sri Bintang Pamungkas terkait ketentuan pembayaran pensiun yang diatur dalam UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa pensiun bukan termasuk utang negara melainkan kewajiban negara sehingga tidak perlu diatur masa kedaluwarsanya.
"Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan, permohonan pemohon sebagian beralasan menurut hukum," ujar Ketua Majelis Hakim Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (28/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam permohonannya, Sri Bintang mengajukan uji materi pasal 40 ayat 1, 2, dan 3 UU Perbendaharaan Negara. Pada beleid tersebut mengatur tentang hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah akan kedaluwarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo.
Kedaluwarsa yang dimaksud adalah ketika pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.
Sri Bintang merasa dirugikan dengan ketentuan batas waktu tersebut. Menurutnya, pembayaran pensiun tidak mengenal istilah kedaluwarsa karena berpotensi dikenakan denda jika melewati batas waktu tersebut.
Hakim pun menyatakan bahwa jaminan pensiun dan hari tua bukan termasuk utang negara sehingga tidak diatur dengan ketentuan kedaluwarsa.
"Maka normal pasal 40 ayat (2) dalam UU tersebut tidak berlaku terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua," kata hakim.
Di sisi lain, hakim menolak permohonan uji materi pasal 40 ayat (1) dan (3) yang mengatur tentang hak tagih yang tidak berlaku untuk pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara/daerah. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
"Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya," ucapnya.
Sri Bintang sebelumnya mengajukan permohonan uji materi karena merasa dirugikan sebagai pensiunan PNS. Hal ini bermula ketika pihaknya mengajukan sejumlah dokumen kepada PT Taspen agar hak pensiunnya dapat diproses pada Desember 2010.
Namun hak pensiunnya saat itu belum bisa diproses karena mantan tahanan kasus makar ini belum memiliki Surat Keterangan Penghentian Pemberian Gaji (SKPP).
Enam tahun kemudian tepatnya pada 6 Oktober 2016, Sri Bintang menyerahkan SKPP ke PT Taspen. Namun ternyata terdapat kekurangan 16 bulan dari 76 bulan pensiun yang seharusnya diterima Sri Bintang.
Menurut Sri Bintang, hak tagih terhadap pembayaran pensiun mestinya bersifat penuh dan tidak mengenal kedaluwarsa. Selain itu, frasa 'jatuh tempo' adalah istilah yang biasa dipakai jika ada perjanjian. Sedangkan dalam pembayaran pensiun tidak ada perjanjian antara PNS dengan pemerintah.
(gil)