MA Keluhkan Beban Kerja Hakim Agung

CNN Indonesia
Jumat, 22 Sep 2017 19:58 WIB
Beban kerja Hakim Agung MA tak sebanding dengan beban perkara. Namun, penyelesaian perkara disebut sesuai tenggat.
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (19/9). (Foto: Adhi WIcaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) mengeluhkan minimnya jumlah hakim agung dibandingkan dengan banyaknya perkara yang ditangani. Namun, tetap ada pengecekan jika penanganan perkara terlalu lamban. Hal lain yang membuat lamban ialah proses minutasi atau pemberkasan di kepaniteraan.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah mengatakan, hingga Agustus 2017 tercatat ada sekitar 13.203 perkara yang ditangani oleh MA. Sementara, jumlah hakim agung yang ada saat ini adalah 44 orang.

Jumlah itu disebar ke tiap perbidangan. MRinciannya, 15 Hakim Agung untuk Kamar Pidana dan Kamar Perdata, lima hakim agung untuk Kamar Agama, tiga Hakim Agung untuk Kamar Militer, dan enam Hakim Agung untuk Kamar Tata Usaha Negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Idealnya, kata Abdullah, jumlah Hakim Agung MA adalah sebanyak 60 orang.

"Dengan jumlah hakim 44 orang dan beban 13.203 perkara, berarti rasio perbandingannya 1:300," ujar Abdullah di gedung MA, Jakarta, Jumat (22/9).


Ia lantas membandingkan MA dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Lembaganya itu beberapa kali dibandingkan dengan MK dalam hal kecepatan penanganan perkara. Bagi Abdullah, perbandingan itu tak sepadan karena jumlah perkara yang ditangani MK tiap tahun jauh lebih sedikit dari MA, yakni sekitar 200 perkara.

"Sedangkan (jumlah perkara di) MA puluhan ribu, sehingga tidak bisa dibandingkan begitu saja," imbuh dia.

Abdullah merinci, Hakim Agung MA rata-rata memutus sekitar 1.261 perkara. Batas waktu maksimal penangan tiap perkara ialah 250 hari atau sekitar delapan bulan.

Dengan sumber daya yang terbatas itu, Abdullah mengklaim bahwa sepanjang 2017 para Hakim Agung mampu menangani satu perkara sebelum tenggat dengan rata-rata penyelesaian satu hingga tiga bulan.


Namun, jika ada satu perkara yang ditangani lebih dari 250 hari, Hakim Agung yang menangani wajib melaporkannya ke Ketua MA. Pimpinan kemudian akan membahasnya dalam rapat pleno.

"Kalau dalam jangka waktu itu tidak selesai harus buat laporan, kesulitannya apa, atau alasan lain, karena bisa saja kendalanya ada di pengadilan yang mengajukan," ucapnya.

Salah satu kasus yang dianggap sangat lamban ditangani ialah perkara "Korupsi Uang Makan". Prosesnya mencapai 16 tahun. Dikutip dari laman mahkamahagung.go.id, perkara yang bernomor 280/Pid.B/1999/PN.Mdn itu diputus oleh PN Medan, 28 Juli 2000. Penuntut Umum kemudian mengajukan Kasasi ke MA. Putusan dikeluarkan MA pada 2016.

Menurut MA, pangkal persoalannya bukan pada lamanya penanganan perkara oleh Hakim Agung MA. Tapi ada pada proses pengiriman berkas dari PN. Berkas tersebut baru dikirimkan ke MA pada awal tahun 2016 atau 16 tahun kemudian. Setelah berkas itu masuk ke MA, panitera segera memproses dan diputus dengan rentang waktu 4 bulan.

LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER