Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempertimbangkan untuk menetapkan kembali Ketua DPR setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).
Pimpinan KPK sedang berdiskusi untuk mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terhadap Setya Novanto.
"Masih dibahas atau diskusikan (sprindik baru untuk Setya Novanto)," kata Ketua KPK Agus Rahardjo saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Senin (2/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9), mengabulkan gugatan praperadilan yang dilayangkan Novanto atas penetapannya sebagai tersangka kasus e-KTP oleh KPK.
Hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menyatakan penetapan tersangka Novanto dalam kasus korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu, tidak sah.
[Gambas:Video CNN]Agus belum mau menjawab lebih jauh terkait status Ketua Umum Partai Golkar itu dalam kasus korupsi e-KTP. Opsi mengeluarkan sprindik baru atau menetapkan kembali sebagai tersangka mencuat setelah hakim mengabulkan praperadilan Novanto.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyebut pihaknya masih mempelajari pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam putusan praperadilan Setnov.
"Alternatif-alternatif yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, yang sudah mengatur secara tegas praperadilan tersebut tentu menjadi pertimbangan KPK," ujar Febri.
Sementara Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan Setnov tak akan bisa lari dari jeratan hukum kasus korupsi proyek senilai Rp5,9 triliun.
Menurutnya, penyidik telah memiliki lebih dari 200 alat bukti terkait keterlibatan Novanto.
"Tunggu saja. Dia (Novanto) tidak akan bisa lari, 200 lebih bukti (sudah dipegang penyidik KPK)," ujar Saut.
KPK, sesuai Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, dapat menetapkan kembali Setnov sebagai tersangka.
MA menegaskan seseorang yang menang praperadilan, bisa ditetapkan kembali menjadi tersangka. Pasal 2 ayat 3 Peraturan MA itu menyatakan, putusan praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi.