Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menyatakan, persoalan yang terjadi di Universitas Negeri Jakarta (
UNJ) terjadi secara sistematis. Keputusan untuk memberhentikan rektor dinilai sebagai langkah awal memperbaiki sistem di institusi tersebut.
Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti mengatakan, persoalan yang terjadi di UNJ bukan hanya masalah plagiarisme. Meskipun praktik plagiat telah merusak marwah dan etika akademik, namun kejahatan itu dampak dari sistem yang berjalan selama ini.
Ali yang memimpin Tim Independen Kemenristek Dikti untuk penyelidikan persoalan di UNJ ini menyatakan, permasalahan sesungguhnya terletak pada kepemimpinan dan sistem yang dijalankan oleh rektor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Persoalan di UNJ itu tidak hanya plagiarisme. Lebih banyak dan lebih sistematik daripada itu. Intinya adalah leadership dan sistem. Makanya
leader-nya harus bertanggung jawab. Ini termasuk pelanggaran berat,” ujar Ali saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Sabtu (7/10).
Mantan pelaksana tugas Menteri Kesehatan itu mengatakan, sistem yang diterapkan Djaali tidak mengikuti prinsip tata kelola universitas yang baik, sehingga memberi celah pembiaran pada praktik plagiarisme. Selaku orang nomor satu di universitas, Djaali harus bertanggung jawab atas hal itu.
“Dia bikin aturan sendiri tanpa melibatkan senat dan itu tidak proper, tidak
good governance,” ucapnya.
Saat masih menjabat sebagai rektor UNJ, Djaali juga menduduki posisi ketua senat.
Menristek Dikti Mohammad Nasir memberhentikan sementara Djaali dari jabatan rektor sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti Intan Ahmad menjabat pelaksana harian rektor, menggantikan posisi Djaali yang dipecat pada akhir September lalu.
Selama lima bulan menjabat, kata Ali, Plh Rektor UNJ akan melakukan pembenahan di bidang akademik dan nonakademik, termasuk proses pembimbingan mahasiswa, pola rekrutmen, serta kerja sama dengan pemda.
Selama ini, kata Ali, timnya tidak pernah mengumumkan hasil penyelidikan kasus di UNJ kepada publik, begitu pun ke pihak universitas. Dia hanya melaporkan hasil investigasi itu kepada menteri selaku atasan yang memberi tugas tersebut.
“Dikira masalah plagiarisme. Selama ini isunya itu, padahal banyak. Tapi itu rupanya belum bisa diterima. Seharusnya bisa komunikasi, apa yang salah, kami tunjukkan,” kata Ali.
Tak terima dipecat dari jabatan rektor, Djaali melakukan berbagai langkah hukum dan politik. Selain menggugat Surat Keputusan Kemenristek Dikti ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan melaporkan beberapa pihak ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik, dia juga mengadu ke Komisi Bidang Pendidikan DPR RI.
 Plagiarisme yang terjadi di UNJ diduga karena kepemimpinan rektor menjalan sistem pendidikan. (Dok. Istimewa) |
Perlawanan DjaaliPada 5 Oktober lalu, rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PDI Perjuangan Utut Adianto digelar untuk mendengarkan keluhan Djaali dan sejumlah birokrat UNJ. Dalam pertemuan itu, Djaali menyatakan data yang disampaikan Kemenristek Dikti adalah tuduhan yang tidak benar.
“Kami menyampaikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar, semua yang dituduhkan kepada rektor soal nepotisme, plagiarisme, dan segala macam,” ujar Djaali kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Sementara itu, Utut mengatakan, komisinya menerima kehadiran Djaali dalam rapat itu untuk menampung aspirasi Djaali dan kroninya. Selama ini Utut hanya mengetahui kebijakan pemerintah soal pemberhentian sementara Djaali.
“Kami ingin mendengarkan orang yang baru dipecat supaya mendapat pemahaman both side (dari dua sisi). Nanti kami sampaikan ke menteri,” kata Utut.
Ketua Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) Kemenristek Dikti Supriadi Rustad yang dilaporkan ke Bareskrim Polri menyatakan tak gentar dengan upaya hukum Djaali. Supriadi juga pernah dilaporkan atas tuduhan yang sama.
Sebelum Tim Independen dibentuk, Tim EKA telah mengevaluasi kinerja akademik UNJ sesuai amanat undang-undang. Supriadi yakin dengan data yang ditemukan timnya. Pimpinan UNJ diduga melakukan pelanggaran serius, bukan hanya soal plagiarisme tapi juga ada indikasi jual beli ijazah.
“Bagaimana mau diragukan, wong kedua belah pihak sudah tanda tangan di berita acara pemeriksaan. Kalau itu diingkari lagi, bagaimana?” ujar Guru Besar Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Idealnya, kata Supriadi, temuan Tim EKA atas plagiarisme seharusnya direspons pihak kampus dengan membentuk tim etik dan memanggil yang bersangkutan. Jika terbukti melakukan plagiarisme, maka universitas berhak mencabut ijazah, sehingga tidak perlu ada pemecatan rektor.
“Lah, ini pimpinan perguruan tinggi beserta senatnya malah melawan, dikasih data malah melawan,” kata Supriadi.
Supriadi tak pernah membayangkan hasil evaluasi Tim EKA dan Tim Independen akan berujung pada pemecatan Djaali sebagai rektor. Berdasarkan sampel yang diteliti Tim EKA, UNJ diduga tidak memenuhi standar kualitas dan melanggar Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 dan Pemenristekdikti Nomor 100 Tahun 2016.
“Saya tidak tahu apa yang ada di kepala tim yang memeriksa rektor itu, tapi saya menduga (pemberhentian rektor) ada hubungannya dengan perilaku (Djaali) yang cenderung melawan, cenderung membantah,” ujarnya.
Supriadi mengatakan, Tim EKA selama ini telah mengunjungi lebih dari 100 perguruan tinggi. Pola pelanggaran di
UNJ sebenarnya terjadi pula di kampus-kampus lain, namun dia enggan menyebutkan.
“Yang menjadi konsen kami sekarang, kalau bisa dengan kasus yang ada di Jakarta ini, perguruan tinggi yang lain mulai berbenah juga,” katanya.
 Plagiarisme yang terjadi di UNJ diduga karena kepemimpinan rektor menjalan sistem pendidikan. (Dok. Istimewa) |
Pintu Masuk Benahi Pendidikan TinggiSaat bertemu dengan Ali Ghufron, Juru Bicara Forum Alumni (Forluni) UNJ Ide Bagus Arief Setiawan juga menyampaikan pandangan yang sama dengan Supriadi. Menurut dia, persoalan di UNJ bisa menjadi langkah awal untuk membenahi UNJ dan sistem pendidikan tinggi pada umumnya.
Ide menilai persoalan di UNJ bukan hanya menyangkut plagiarisme, tapi didasari bobroknya sistem yang diterapkan Djaali. Dia menyampaikan, Forluni bermaksud menyinkronisasi komitmen pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan nasional.
“Selain ada pembenahan lebih lanjut di UNJ, kampus kami siap dijadikan pintu masuk untuk pembenahan seluruh sistem pendidikan tinggi secara nasional,” kata Ide saat bertemu Ali Ghufron.
Ide menyoroti sistem pemilihan rektor yang selama ini diterapkan di UNJ. Alumni Jurusan Sejarah ini mengingatkan model pemilihan rektor di awal era Orde Baru. Saat itu Dewan Mahasiswa ikut terlibat dalam pemilihan rektor.
Dia menilai, Djaali selama ini mampu mengendalikan senat dan kekuasaannya diperkuat dengan kondisi status quo. Sementara demokratisasi di kampus tidak berjalan dengan semestinya.
“Mahasiswa juga perlu didorong mendapat jatah untuk memiliki suara dalam memilih rektor, sebagai fungsi kontrol, di luar pemerintah dan senat,” kata Ide.
Selain itu, dia juga mewanti-wanti pemilihan rektor berikutnya harus diperketat proses seleksinya. Jika kemudian terpilih pengganti yang tidak lebih baik dari Djaali, maka yang menanggung beban bukan hanya civitas akademika dan alumni UNJ tapi juga Kemenristek Dikti.
Ali menyambut gagasan Forluni UNJ. Menurut dia, pembenahan di UNJ merupakan momentum yang tepat untuk memperbaiki kondisi pendidikan tinggi di Indonesia agar bisa melahirkan sumber daya manusia dan Iptek yang berkualitas.
“Ini momentum untuk perbaikan, jangan sampai momentum ini berjalan hilang enggak kita manfaatkan untuk perbaikan, dan tidak hanya untuk UNJ, tapi nasional.
UNJ sebagai pendahulu,” kata Ali menegaskan.
(djm/djm)