Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso mengakui 10 paket berisi senjata dan amunisi yang sempat tertahan di Bandara Fatmawati, Bengkulu, beberapa waktu lalu diimpor dari luar negeri. Dia mengatakan, senjata itu diimpor karena ukuran kalibernya tidak dibuat di Indonesia.
"Yang digunakan BNN itu di luar standar TNI dan Polri. Makanya kami beli dari negara lain yang memenuhi standar karena harus berkualitas," ujar pria yang akrab disapa Buwas saat konferensi pers di Gedung BNN, Jakarta, Selasa (10/10).
Buwas mengklaim, tak ada permasalahan saat proses pembelian 10 paket senjata dan amunisi itu. Namun dia mengakui terdapat kesalahan administrasi saat penerimaan barang di bandara.
"Senjata itu sudah lama dan tidak ada masalah. Memang ada sedikit kesalahan administrasi tapi tidak masalah," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kabareskrim Polri ini mengatakan, lembaga yang dipimpinnya itu masih membutuhkan senjata dalam jumlah besar. Namun dia tak merinci berapa banyak jumlah senjata dimaksud.
"Jumlah yang dibutuhkan masih banyak. Tapi saya tidak minta senjata banyak-banyak karena sudah ada Polri," ucap Buwas.
Sebanyak 10 paket berisi senjata dan amunisi milik BNN sebelumnya tertahan di Bandara Fatmawati, Bengkulu. Senjata itu kemudian dibawa ke Makorem 041 Garuda Mas, Bengkulu.
Paket senjata yang dikirimkan melalui Cargo Garuda Indonesia tersebut berisi senjata jenis Saiga-12CEXP-01 kaliber 18,3 MM jumlah 5 pucuk buatan Rusia. Kemudian pistol jenis CZ P-07 (Softgun) kaliber 22 mm sebanyak 21 buah. Sarung pistol jumlah 42 buah, dan rompi anti peluru 21 buah.
Petugas BNN awalnya berencana membawa senjata itu untuk BNNP Bengkulu dengan menggunakan pesawat komersial Garuda Indonesia.
Namun, Garuda Indonesia menyarankan agar menggunakan Cargo. Senjata itu akhirnya dikirimkan melalui Cargo Garuda Indonesia. Namun dokumennya dibawa oleh pegawai yang melekat mengawal senjata menggunakan pesawat lain.
Cargo pembawa senjata tiba terlebih dahulu di Bandara Fatmawati. Petugas Cargo kemudian mencurigai paket itu karena tidak ada dokumen dan melaporkannya ke Makorem. Kesalahpahaman pun terjadi sehingga senjata sempat dianggap ilegal.