Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi III DPR menilai penundaan pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) Polri tidak akan memakan waktu lama.
Pembentukan Densus Tipikor diminta untuk dikaji kembali, dan ditunda pembahasannya oleh pemerintah. Keputusan itu diambil dalam rapat terbatas yang berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/10).
Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya tidak kecewa atas penundaan pembentukan Densus Tipikor yang merupakan permintaan langsung dari Presiden Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penundaan dan arahan presiden untuk pengajian kembali Densus ini tidak dalam waktu yang lama," kata Bambang di Gedung DPR, Jakarta pada hari yang sama.
Meski tertunda, Bambang memprediksi rencana itu bisa kembali bergulir dalam tempo sekitar setahun. Ia pun menilai rencana Densus Tipikor ini bakal dibahas untuk masuk dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara 2019.
"Semua anggaran yang semula direncanakan untuk pembentukan awal untuk Densus Tipikor ini jadi tidak ada. Kemungkinan katakanlah jadi tahun ini, bisa pakai anggaran 2019 atau APBNP," katanya.
NawacitaTerkait penundaan pembentukan Densus Tipikor, Bambang menilai itu justru melemahkan program Nawacita Jokowi. Salah satu dari cita-cita Jokowi itu adalah penanganan pemberantasan korupsi dapat menjangkau ke daerah-daerah. Dan, hal itu yang dinilai belum maksimal dilakukan KPK saat ini.
Untuk itu, Bambang mengatakan, Komisi III DPR saat ini tengah membantu Jokowi untuk menyukseskan nawacita lewat pembentukan Densus Tipikor agar pemberantasan korupsi lebih masif.
"15 tahun KPK belum ada yang signifikan, korupsi makin marak sampai ke ujung pelosok kabupaten," kata Bambang.
Sebenarnya, kata dia, ada dua alternatif untuk menguatkan pemberantasan korupsi. Pertama, dengan membesarkan KPK melalui pembentukan cabang di daerah dan meningkatkan jumlah pegawai dan penyidik.
"Yang sekarang 800-an dengan 100 penyidik menjadi 3.000 atau 5.000, tapi itu perlu dana yang luar biasa," ujarnya.
Alternatif kedua, sambungnya, adalah menguatkan lembaga penegak hukum yang sudah ada yaitu Kepolisian dan Kejaksaan Agung. Dan, tegasnya, opsi ini yang lebih mungkin dilakukan.
"Polri dan jaksa kan sampai di Kabupaten/kota tinggal dimanfaatkan, diarahkan, disupervisi dengan target pemberantasan. Ini awal gagasan Densus tapi banyak yang salah artikan pelemahan KPK," ujarnya.