Jakarta, CNN Indonesia -- Program uang muka (DP) perumahan nol rupiah bagi warga Jakarta yang digagas Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno disebut bisa berjalan jika ada jaminan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta Doni P Joewono menyatakan, meski tidak ada aturan yang mengatur, program itu mungkin dapat dilaksanakan dengan jaminan kedua pihak itu.
“Tapi nanti kalau dijamin oleh Pemerintah Pusat dan Daerah ya boleh,” kata Doni di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (1/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Doni menjelaskan, jaminan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diperlukan karena ada kemungkinan program DP nol rupiah terhenti di tengah jalan. Tunggakan cicilan pinjaman menjadi penyebabnya. Hal ini tak lepas dari prinsip kehati-hatian perbankan (prudential banking).
“Jadi, jangan sampai bank membiayai tanpa berhati-hati. Debiturnya enggak selektif, dananya juga," kata Doni.
Jika tak hati-hati, tumpukan kredit macet itu akan berdampak pada kebangkrutan bank. Karena itulah perbankan membutuhkan jaminan dari Pemerintah untuk menalangi potensi kerugian tersebut.
"Nanti kalau banknya
collapse, yang rugi kita semua. Jadi, ada pengecualian, asal pemerintah yang
cover. Bank hanya membantu. Kalau ada subsidi, bukan urusan bank,” katanya melanjutkan.
Bila sudah ada jaminan, skema pembiayaan dapat ditentukan melalui skema fasilitas kredit perumahan yang dimiliki Pemerintah. Misalnya, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU PR).
Dengan skema FLPP ini, Pemprov DKI hanya perlu menetapkan 1 persen uang muka dari harga rumah, misalnya, Rp345 juta, yakni Rp3,5 juta. Alhasil, untuk pembangunan rumah sebanyak, contohnya, 50 ribu unit, Pemprov mengeluarkan Rp167 miliar.
“Kalau mau joint sama FLPP, skemanya harus masuk FLPP punya PUPR, yang dananya pakai APBN," katanya.
Selain melalui skema APBN, lanjut Doni, skema alternatif lainnya adalah lewat skema swasta. Bentuknya, pelibatan BUMD DKI Jakarta, seperti PD. Sarana Jaya, PT. Jakarta Propertindo, dan PD. Pasar Jaya. Hal ini sejalan dengan gagasan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno, dalam pertemuan tersebut.
“Tadi di-
challenge sama Wagub supaya skemanya itu private dulu. Itu kira-kira kalau sama swasta orang mau tidak. Mereka kan BUMD, mereka yang mengerjakan nanti tiga BUMD tadi. Nanti tanya saja, dia (BUMD) akan mengolah skemanya. Nanti kalau sudah mentok baru subsidinya dari APBD,” papar dia.
Untuk itu, Doni mengatakan saat ini pihaknya tengah menghitung subsidi dan skema yang diperlukan dalam pelaksanaan program ini. Salah satu caranya adalah dengan menugaskan tiga BUMD itu untuk membangun rumah dengan harga Rp350 juta per unit dengan skema FLPP swasta.
Pembangunan rumah dengan harga Rp 350 juta ini disebutnya akan jadi tantangan bagi tiga BUMD itu. Persoalan subsidi atau bantuan lainnya dari Pemerintah Provinsi DKI, itu diakuinya belum menemui titik temu.
“Kalau kamu jadi swasta, kamu jual rumah dengan harga Rp 350 juta itu laku enggak? Oh enggak bisa. Kalau Rp 350 juta rugi. Kalau rugi apa yang mau kamu minta dari saya (sebagai) Pemprov DKI? Subsidi, uang muka, suku bunga? Nah itu yang belum tahu. Masih
mentok di situ pembahasannya,” tutur Doni, sembari menirukan diskusi antara pihak swasta dengan Pemprov DKI.
Janji pemberian DP nol rupiah ini mengemuka dalam masa kampanye Pilkada DKI 2017. Program ini, menurut Anies-Sandi, menyasar warga kelas menengah ke bawah dengan pendapatan maksimal Rp 7 juta.