Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pencabutan permohonan uji materi Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Pencabutan itu dilakukan karena objek gugatan sudah disahkan menjadi UU Ormas. Namun, MK dikritik karena seharusnya sudah bisa memproses gugatan itu sejak lama tanpa menggabungkannya dengan gugatan lain.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di ruang sidang MK Jakarta, Selasa (7/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim Manahan Sitompul menimpali, pihak MK telah menerima surat pencabutan dari para pemohon pada 26 Oktober lalu. Menurutnya, pencabutan itu lantaran Perppu Ormas yang menjadi objek permohonan telah menjadi UU.
“Berdasarkan hasil Rapat Permusyawaratan Hakim pada 30 Oktober lalu, pencabutan gugatan itu beralasan menurut hukum,” imbuh dia.
Sesuai pasal 35 ayat (1) UU MK, pemohon dapat menarik kembali permohonannya sebelum atau selama pemeriksaan. Namun pemohon tak bisa lagi mengajukan permohonan yang sama ke MK.
“Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian Perppu 2/2017 tentang ormas,” ucap hakim Manahan.
Adapun para pemohon yang terdiri dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Silaturrahim Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah, dan sejumlah perseorangan tidak hadir di persidangan.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum pemohon Kapitra Ampera mengatakan, pihaknya sengaja tak hadir di persidangan sebagai bentuk protes kepada MK. Menurutnya, alasan pemohon mencabut gugatan lantaran MK cenderung lama dalam memutus suatu perkara.
“Bukan karena (Perppu Ormas) sudah menjadi UU (Ormas), tapi proses peradilan di MK sangat bertele-tele.
Kelamaan,” cetusnya.
Salah satu penyebab lamanya penanganan perkara Perppu Ormas di MK, menurut dia, adalah karena hakim menggabungkan proses uji materi dari tujuh pemohon. Seharusnya, kata dia, proses persidangan itu dipisah agar lebih efektif.
“Ketika disatukan dalam satu forum akan bertele-tele karena masing-masing pemohon mengajukan alat bukti. Harusnya jangan digabungkan kan masing-masing orang ajukan saksi dan bukti,” paparnya.
Kapitra berencana kembali mengajukan gugatan uji materi UU Ormas ke MK. Namun ia belum dapat memastikan kapan dirinya akan mengajukan karena masih menunggu perundangan tersebut terdaftar resmi dalam lembaran negara.
“Nanti pastilah kami gugat lagi. Tapi kan belum ada nomornya (UU Ormas) jadi kami tunggu dulu,” ucapnya.
Para pemohon sebelumnya menilai Perppu Ormas multitafsir dan mengancam hak konstitusional para pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum yang adil. Saat ini proses gugatan dari pemohon lainnya masih berjalan di MK.
Sebelumnya, Kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra, menyesalkan banyaknya Ormas dan kelompok advokat yang menggugat perkara yang sama ke MK. Hal itu ditengarai menjadi salah satu faktor yang memperlambat proses penanganan uji materi di MK.
"Akhirnya MK tidak
kelar-kelar kan, DPR sudah keburu ambil keputusan. Saya sudah minta mereka jadi pihak terkait saja tapi tidak mau, ya memang pengen nampang jadi susah semua," tuturnya, di gedung MK, Jakarta, Selasa (24/10).
(arh/sur)