Jakarta, CNN Indonesia -- Polisi menunda pemeriksaan Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta Edi Sumantri terkait pengusutan kasus dugaan pelanggaran hukum reklamasi Teluk Jakarta.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, penundaan pemeriksaan karena adanya permintaan dari Edi.
"Jadi ada surat dari yang bersangkutan yang masuk ke Krimsus bahwa yang bersangkutan minta
schedule (jadwal) ulang, hari ini yang bersangkutan ada kegiatan rakor," ujar Argo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edi meminta kepada polisi untuk diperiksa pekan depan.
Selain Edi, polisi juga melakukan penjadwalan ulang untuk Kepala Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Dwi Haryantono. Pemeriksaan terhadap Dwi akan dilakukan pada pekan depan.
Pemeriksaan terhadap Edi dan Dwi, kata Argo, berkaitan dengan penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) reklamasi untuk Pulau C dan D. Argo menduga, penyidik menemukan terdapat selisih harga dari NJOP yang ditetapkan dengan harga tanah.
"Jadi kami. Kan sedang memeriksa nanti tunggu saja seperti apa keterangan dari saksi-saksi yang lain, nanti baru tahu (selisihnya)," tuturnya.
Pemeriksaan Edi dan Dwi merupakan pengembangan dari keterangan tiga pegawai BPRD yang telah diperiksa Rabu (8/11). Ketiga orang itu adalah Kepala Bidang Peraturan BPRD DKI Jakarta Joko, Kepala Bidang Perencanaan BPRD DKI Jakarta Yuandi dan Staf BPRD Penjaringan bernama Andri.
Namun, kata Argo, pemeriksaan kepada ketiganya juga belum rampung. Artinya, mereka masih harus menjalani pemeriksaan lanjutan.
"Tiga saksi yang sudah kami periksa sampai sekarang belum selesai nanti akan kami jadwalkan ulang juga. Nanti semua yang sudah disampaikan oleh saksi akan kami sampaikan," ucapnya.
BPRD DKI Jakarta menetapkan NJOP dua pulau reklamasi, Pulau C dan D sebesar Rp3,1 juta per meter persegi. Nilai tersebut ditetapkan karena keadaan Pulau C dan D yang masih kosong dan belum ada bangunan.
NJOP tersebut ditetapkan berdasarkan pada penilaian Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). NJOP tersebut dinilai terlalu rendah dan dianggap tak sesuai dengan aturan.
(ugo/sur)