Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengakui, tanda tangan dirinya dalam surat perintah pencegahan terhadap Ketua DPR Setya Novanto yang dikirimkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM sudah sepengetahuan semua pimpinan KPK lainnya.
"Masa
sih, saya tanda tangani surat kalau enggak disetujui pimpinan lain? Kalau enggak (disetujui) juga dikasih masukan dari temen-temen di bawah (Penyidik)," aku dia, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/11).
Dia menekan surat itu lantaran Ketua KPK Agus Rahardjo sedang berada di luar markas pemberantasan korupsi. Menurutnya, hal tersebut lazim dilakukan ketika Ketua KPK sedang tidak berada di kantor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang jelas, kata Saut, pembahasan penerbitan kembali surat pencegahan untuk Setnov itu sudah dibahas bersama antara lima pimpinan KPK. Pertimbangan pun datang dari para penyidik yang menangani kasus e-KTP.
"Ya udah (dibahas dengan pimpinan lainnya) dong. Kita (prinsip) egaliternya di sini (KPK) jalan, dan kemudian (keputusan) itu juga pimpinan yang lain harus setuju," imbuhnya.
Mantan Staf Ahli Badan Intelijen Negara (BIN) itu pun siap membeberkan surat perintah pencegahan Setnov jika nantinya dipanggil sebagai saksi oleh Bareskrim Polri. Saut enggan menyampaikan ke publik untuk menghindari kegaduhan.
"Nanti kita lihat saja kalau umpama suatu saat saya diperiksa sama Pak Agus, kita tunjukin bahwa itu sudah sesuai proses," ujarnya.
Hal itu dikatakan terkait perpanjangan surat perintah pencegahan Setnov agar tak berpergian ke luar negeri, yang dikeluarkan pada 2 Oktober 2019. Itu terkait penyidikan kasus korupsi e-KTP, dengan tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Sebelumnya, surat perintah cegah pertama terhadap Setnov dikirimkan KPK kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham pada 9 April. Dua surat cegah itu diketahui mencantumkan Novanto sebagai saksi kasus e-KTP.
Terkait pelaporan dirinya dan Agus, Saut menyerahkan penilaiannya ke masyarakat.
"Pokoknya KPK harus
check and balance, itu saja. Apakah bentuknya kriminalisasi atau enggak, biar publik yang menilai," kata dia.
Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan pengajuan surat perintah pencegahan untuk Setnov sudah sesuai kewenangan KPK dan aturan yang ada.
Febri menyebut, kewenangan KPK melakukan perintah pencegahan seseorang, baik saksi maupun tersangka tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, serta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Keimigrasian.
Surat perintah pencegahan Setnov berpergian ke luar negeri ini yang dipermasalahkan tim kuasa hukum, hingga akhirnya melaporkan dua pimpinan KPK dan jajarannya yang turut menangani kasus e-KTP.
Sandy Kurniawan salah satu kuasa hukum Setnov, yang juga merupakan anggota firma hukum Yunadi & Associates besutan Fredrich Yunadi melaporkan Agus dan Saut pada 9 Oktober 2017 ke Bareskrim Polri. Polisi pun menaikan laporan itu ke tingkat penyidikan pada 7 November 2017.
(arh/djm)