Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian menanggapi kasus dugaan tindak pidana pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang dengan terlapor dua pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang dan Agus Rahardjo.
Dia memerintahkan penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal (Dittipidum Bareskrim) mencari pendapat dari ahli hukum lain.
Menurutnya, langkah yang ditempuh kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto dengan melaporkan dua pemimpin KPK ke polisi ini memperlihatkan sebuah kekosongan hukum yang bisa menjadi masalah baru di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya melihat dari kasus ini akan menjadi masalah hukum yang baru, ada kekosongan hukum, kasus ini menjadi ujian," kata Tito di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Kamis (9/11).
Dia menerangkan, keputusan praperadilan mengenai keabsahan status tersangka seseorang merupakan hal baru di Indonesia. Ketika seorang tersangka memenangkan praperadilan kemudian upaya hukum yang dilakukan penyidik terhadapnya dinilai tidak sah, maka dapat dijadikan celah untuk melakukan penuntutan secara hukum.
Namun di sisi lain, lanjutnya, penyidik menilai upaya hukum yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur kemudian dipatahkan lewat gugatan praperadilan. Tito pun meminta penyidik berhati-hati dan mencari pendapat ahli hukum lain untuk mendapatkan terjemahan hukum yang berbeda.
"Jangan hanya mengandalkan tiga orang (ahli hukum)," tutur jenderal bintang empat itu.
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan, penyidik telah meminta keterangan dari pelapor, ahli bahasa, tiga orang ahli hukum pidana, dan ahli hukum tata negara sebelum meningkatkan status kasus dugaan tindak pidana pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang dengan terlapor Agus dan Saut ke tahap penyidikan.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) diduga melakukan tindak pidana pembuatan surat palsu dan penyalahgunaan wewenang. (ANTARA FOTO/Ubaidillah) |
Penyelidik juga telah melangsungkan gelar perkara. Hingga akhirnya penyelidik memutuskan untuk menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) bernomor B/263/XI/2017/Dittipidum pada Selasa (7/11).
"Sejak kemarin sudah dinaikan menjadi tingkatnya penyidikan," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan pada Rabu (8/11).
Dia menuturkan, penyelidik telah menemukan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
Dugaan ini bermula dari laporan polisi yang dilaporkan Sandi Kurniawan ke Bareskrim Polri pada Senin (9/10) lalu dengan nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim.
Sandi menuduh Agus dan Saut melakukan pemalsuan surat masa perpanjangan pencegahan ke luar negeri bagi Ketua DPR RI Setya Novanto dan tindak pidana penyalahgunaan wewenang jabatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 421 KUHP.
Pencegahan Setnov ke luar negeri diperpanjang sejak 2 Oktober-2 April 2018. Surat perpanjangan itu ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Rahardjo.
Pencegahan itu dikeluarkan tak lama setelah Setnov memenangkan praperadilan atas status tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).
(pmg)