Setnov Terjerat Hukum, Akbar Ingin Golkar Pilih Ketum Baru

Arif Hulwan Muzayyin | CNN Indonesia
Jumat, 10 Nov 2017 19:07 WIB
Masalah hukum yang menjerat Setnov jadi momentum tepat untuk menggantinya dari Ketum Golkar agar tak menyebabkan partai terpuruk.
Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung (kanan) dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto (kiri). Akbar meminta pergantian Ketua Umum melalui Munas. (Foto: CNN Indonesia/Bimo Wiwoho)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus hukum yang menjerat Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto disebut akan membuat partai beringin makin terpuruk. Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar Akbar Tandjung pun mendorong adanya Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar untuk mengganti Ketua Umum.

"Opini publik kepada Golkar semakin menurun, tren elektabilitas juga menurun. Mimpi buruk buat saya kalau (Golkar) di bawah (parliamentary) treshold. Solusinya ya harus ada perubahan. Termasuk perubahan dalam kepemimpinan," ujarnya, saat ditemui di Jakarta kemarin.


Berdasarkan survei PolMark Research Center pada 9-20 September 2017, Partai Golkar diketahui memiliki elektabilitas 9,2 persen. Hal ini menurun ketimbang elektabilitasnya pada Pemilu 2014 yang mencapai 12,1 persen.

Akbar menawarkan solusi konkret berupa Munas. Gelaran ini jadi ajang tertinggi partai yang bisa mengganti posisi Ketua Umum. Namun, ia menyadari perlu ada konsolidasi lebih dahulu agar suara partai solid untuk melakukan penggantian itu.

"Misalnya dengan menunjuk dulu Plt. (Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Golkar). Dulu pernah ada wacana ini, tugasnya menyiapkan Munas," imbuh dia.

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. (Foto: CNN Indonesia/Abi Sarwanto)
Akbar, yang juga bekas Ketua Umum Partai Golkar ini, mendorong sosok Airlangga Hartarto, yang juga Menteri Perindustrian, sebagai Plt. Ketua Umum Partai Golkar sekaligus menjadi pengganti Setya Novanto.

Menurutnya, sosok Airlangga terbilang bersih dari kepentingan politik tertentu dan dianggap bisa diterima semua kalangan di Golkar.

"Tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan tidak mendukung Airlangga. Kecuali seandainya ada sinyal cenderung ke dia. Novanto aja bisa, masa Airlangga enggak bisa," tuturnya, menyinggung soal sinyal dukungan Jokowi kepada Novanto pada Munas Partai Golkar 2016.


Peran Ketua Umum

Menurut Akbar, sosok pimpinan parpol dalam menggenjot prestasi suara partai di Pemilu sangat vital. Ia mencontohkan, saat Pemilu 1999 dirinya memimpin Golkar dengan mengusung gagasan perubahan. Lantaran konsep itu, aku dia, partai yang tadinya lekat dengan Orba ini dipandang sudah memperbaiki diri. Hasilnya, 120 kursi di DPR, atau peringkat kedua.

Saat Pemilu 2004, gagasan yang sama yang Akbar bawa, seperti demokratisasi partai melalui konvensi calon presiden, membuat Golkar malah melejit jadi pemenang dengan raihan 129 kursi di DPR.

Ketika kepemimpinan partai berganti ke tangan Jusuf Kalla, Partai Golkar mengalami penurunan kursi di DPR menjadi 106 kursi di Pemilu 2009. Kata Akbar, hal itu disebabkan JK yang lebih fokus di pemerintahan.

Prestasi lebih buruk diraih Golkar saat dipimpin Aburizal Bakrie alias Ical di Pemilu 2014. Saat itu, Golkar hanya meraih 91 kursi di DPR. Penyebabnya, sosok Ical yang berfokus pada bisnis ketimbang perbaikan partai.


Dari rekam jejak prestasi Golkar itu, Akbar menyimpulkan bahwa sosok Ketua Umum banyak menentukan pilihan publik dalam Pemilu. Lantaran itu, perubahan posisi Ketua Umum saat ini adalah kebutuhan.

"Publik akan menilai bahwa memang Golkar sedang berusaha memperbaiki dirinya. Step by step kepercayaan muncul kembali," ujarnya.

Setya Novanto sendiri resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP oleh KPK, pada Jumat (10/11). Ia kembali menyandang status tersangka setelah sebelumnya praperadilan menyatakan status tersangka Setnov sebelumnya dalam perkara yang sama, tidak sah.

(arh/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER