Jakarta, CNN Indonesia -- Sosok Panglima TNI pengganti Gatot Nurmantyo harus memiliki kesamaan pandangan dengan Presiden Joko Widodo, terbuka, serta berwawasan kemaritiman. Momentum pergantiannya tepat saat jelang tahun politik demi stabilitas. Namun demikian, semua berpulang kepada kehendak Presiden Jokowi.
"Kepemimpinan baru haruslah sosok yang terbuka, reformis, dan satu padu dalam langkah dan perbuatan dengan Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi TNI," kata Ketua SETARA Institute Hendardi, melalui pesan singkatnya, Senin (13/11).
Selain itu, sosok Panglima TNI baru harus memiliki kesamaan visi dengan Jokowi, terutama dalam hal program kemaritiman. Visi ini sekaligus sebagai upaya untuk menghidupkan kembali tradisi pergiliran Panglima TNI antar-matra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gagasan dan program kemaritiman Jokowi, juga bisa jadi pertimbangan kebutuhan mencari sosok Panglima TNI yang mendukung penguatan pembangunan kemaritiman," ujar dia.
Kategori sosok di atas, lanjutnya, diperlukan untuk menangani tujuh masalah prinsip di TNI yang merupakan amanat Reformasi. Yakni, soliditas, profesionalisme, kesejahteraan, reformasi peradilan militer, penanganan bisnis tentara, akuntabilitas anggaran, dan ketundukkan pada supremasi sipil.
Sementara, menurut Hendardi, sosok Gatot Nurmantyo bergaya kepemimpinan yang seringkali mempolitisasi isu tertentu yang memicu kegaduhan, serta beberapa kali berbeda pandangan dengan Jokowi. Sikap semacam ini dinilai akan merusak TNI dan mengganggu agenda pembangunan dan kepemimpinan Jokowi.
"Mempercepat pergantian Jenderal Gatot akan mendisiplinkan TNI lebih cepat untuk menjawab dinamika politik 2018 dan 2019 mendatang," ucapnya.
 Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, yang juga bekas Sesmilpres, di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (7/4). ( Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf) |
Meskipun Gatot baru pensiun pada Maret 2018, Hendardi menyebut bahwa tak ada salahnya bagi Jokowi untuk mulai menyodorkan nama calon pengganti Gatot ke DPR.
"Selain proses di DPR yang cukup lama, menyegerakan pergantian Panglima TNI juga akan mempercepat penuntasan agenda reformasi TNI, yang selama kepemimpinan Gatot justru stagnan dan bahkan mengalami kemunduran karena hasrat politik sang panglima yang mengemuka sebelum waktunya," tutur dia.
Pakar Keamanan dari Lokataru Law & Human Rights, Mufti Makarim mengatakan, tak ada salahnya Jokowi mempercepat pengajuan nama calon pengganti Gatot ke DPR. Terlebih, Gatot sudah mencapai usia pensiun awal tahun depan. Hal ini juga berarti Pemerintah memberi ruang bagi aspirasi publik.
"Menyegerakan persiapannya, untuk memastikan bahwa mulai tahap pengajuan calon sampai fit and proper test di DPR, masyarakat sipil bisa ikut berpartisipasi dan memberikan opini terhadap calon yang diusulkan," jelas dia.
Percepatan pengajuan nama pengganti Gatot ini, kata Mufti, tidak akan mengurangi kewibawaan Penglima TNI. Posisi Gatot saat proses seleksi calon Panglima TNI itu, menurutnya, masih sebagai Panglima TNI yang sah.
"Secara de jure, Panglima masih punya otoritas kewenangan selama pergantian belum ada," imbuhnya.
Tentang sosok calon pengganti Gatot, Mufti tak menampik soal dihidupkannya kembali tradisi pergiliran antar-angkatan. Namun demikian, ia enggan mengomentari sosol Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang digadang-gadang sebagai calon Panglima berikutnya.
"Pada prinsipnya ini tradisi baik, mengakomodasi tanpa melihat latar angkatan. Tapi sekali lagi keputusan final ada di tangan Presiden," ucap dia.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi I DPR Supiadin Aries Saputra mengatakan, keputusan soal waktu pengajuan nama calon Panglima TNI adalah bagian hak prerogatif Presiden. Namun, pihaknya menghargai adanya usulan percepatan nama calon panglima TNI itu sebagai bagian dari demokrasi.
"Presiden tentunya tidak bisa dipaksa untuk mengganti Panglima TNI karena desakan koalisi masyarakat. Banyak hal yang menjadi pertimbangan Presiden dalam mengganti Panglima TNI," kata dia, yang merupakan pensiunan TNI AD dengan pangkat terkahir Mayjen ini.
Ditambahkannya, gagasan pergiliran angkatan dalam hal pengisian posisi Panglima TNI bukanlah sebuah kewajiban. Hal ini diatur dalam Pasal 13 angka (4) UU TNI, bahwa Jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Supiadin enggan menjawab soal sosok yang tepat untuk menggantikan gatot sebagai Panglima TNI. Termasuk, sosok yang pernah bekerja dekat dengan Jokowi sebagai Sekretaris Militer Presiden, Hadi Tjahjanto.
"Jadi semua terpulang kepada hak prerogatif Presiden untuk memutuskan apakah Panglima TNI dijabat bergiliran atau tidak dengan berbagai pertimbangan," tutup dia.
(djm)