Jakarta, CNN Indonesia -- Keberadaan Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov hingga kini belum diketahui. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus melakukan pencarian intensif terhadap Ketua DPR itu.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya tengah mempertimbangkan kemungkinan untuk menerbitkan surat Daftar Pencarian Orang (DPO) bagi Setnov.
“Proses pencarian masih dilakukan, kalau nanti belum ditemukan, kami akan mempertimbangkan lebih lanjut untuk menerbitkan surat DPO,” ujar Febri di gedung KPK, Kamis (16/11).
Febri mengatakan, untuk menerbitkan surat DPO, KPK harus berkoordinasi dengan pihak kepolisian terlebih dulu untuk memaksimalkan proses penegakan hukum. Ia pun meminta Setnov bersikap kooperatif dengan segera menyerahkan diri ke KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Jika memang ada bantahan-bantahan yang mau disampaikan, silakan langsung sampaikan kepada tim penyidik KPK,” katanya.
Aturan DPO
Ketentuan mengenai penetapan tersangka sebagai DPO diatur dalam Peraturan Kapolri 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Dalam pasal 31 ayat (1) menjelaskan seorang tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan lebih dari tiga kali dan tidak jelas keberadaannya dapat dicatat dalam DPO dan dibuatkan surat pencarian orang. Nantinya jika tersangka sidah ditemukan maka wajib diterbitkan surat pencabutan DPO.
Dalam perkara korupsi e-KTP, Setnov mangkir empat kali berturut-turut, tiga kali sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan satu kali saat dirinya sebagai tersangka.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar mengatakan penerbitan DPO sedianya telah menjadi kewenangan setiap aparat penegak hukum, termasuk KPK. Namun sesuai ketentuan, KPK harus berkirim surat pada Kapolri sebagai pihak yang berwenang atas penerbitan DPO tersebut.
“Setiap penegak hukum berhak menerbitkan DPO atas menghindarnya seorang tersangka, tapi karena kepolisian sebagai penanggung jawab keamanan dalam negeri maka tetap harus berkoordinasi dan minta bantuan kepolisian,” ujarnya.
Prosedur penerbitan DPO ini pun tak bisa sembarangan. Fickar mengatakan, surat DPO harus menjelaskan identitas lengkap kesatuan polri yang menerbitkan, nomor penyidik yang dapat dihubungi, uraian singkat kejadian, tindak pidana yang dilanggar, hingga identitas tersangka yang dicari.
“Surat DPO bisa diterbitkan setelah penegak hukum telah melakukan pemanggilan dan upaya paksa tersangka, namun tetap tak bisa ditemukan,” katanya.
 Penyidik KPK saat menggeledah rumah Setya Novanto. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta) |
DPO Kasus Korupsi Dalam perkara korupsi e-KTP, KPK pernah memasukkan politikus Hanura Miryam S Haryani dalam DPO. Miryam sempat ‘menghilang’ usai ditetapkan sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar saat bersaksi dalam sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Namun penyidik KPK bersama pihak kepolisian akhirnya berhasil menangkap Miryam di kawasan Kemang, Jakarta.
Sementara pada perkara korupsi lain, terpidana kasus pengucuran dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sudjiono Timan juga pernah masuk dalam DPO. Ia bahkan sempat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) melalui istrinya saat dalam upaya pelarian pada 2012. Mahkamah Agung akhirnya mengabulkan permohonan PK
Selain Sudjiono, mantan Bupati Kabupaten Mamasa Obed Nego Depparinding juga pernah masuk dalam DPO. Ia divonis 20 bulan penjara dalam perkara korupsi anggaran Sekretariat DPRD Mamasa sebesar Rp1,2 miliar. Sama seperti Sudjiono, Obed mengajukan PK saat melakukan upaya pelarian. PK tersebut akhirnya dikabulkan Mahkamah Agung dan Obed dinyatakan bebas.
[Gambas:Video CNN] (sur)