Jakarta, CNN Indonesia -- Juru Bicara Presiden Johan Budi mengatakan, penanganan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang menjerat Ketua DPR
Setya Novanto sepenuhnya kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Johan mengatakan, Presiden Joko Widodo tidak akan ikut campur, termasuk mengenai upaya jemput paksa KPK terhadap Novanto Rabu (15/11) malam yang tak membuahkan hasil. Jokowi sudah meminta semua pihak untuk mengikuti dan menghormati proses hukum.
"(Upaya jemput paksa) itu tanya ke KPK, Presiden tidak ikut campur. Presiden sudah sampaikan semua pihak harus menghormati proses hukum," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (16/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Johan mengatakan demikian berkenaan dengan bola panas yang kerap dilempar ke Jokowi. Pun demikian permasalahan kasus hukum yang menjerat Novanto ini, Jokowi menjadi sasaran bola panas tersebut.
Kuasa Hukum Novanto, Fredrich Yunadi sebelumnya mengatakan, Jokowi wajib melindungi Novanto sesuai Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Pasal 245 itu menjadi tameng
Setya Novanto untuk tidak memenuhi panggilan KPK. Dengan alasan itu, KPK tidak bisa memanggil Novanto tanpa seizin Presiden.
Johan menegaskan, KPK merupakan lembaga independen yang tidak bisa diintervensi eksekutif dan legislatif.
Sementara soal keinginan Novanto untuk bertemu Jokowi terkait masalah hukum ini, Johan memastikan, Istana belum menerima surat dari pihak Novanto perihal itu.
"Setiap orang bisa punya keinginan itu tapi sampai hari ini belum ada surat atau apapun. Maksud dan tujuannya apa harus jelas," kata mantan jubir KPK ini.
Sejumlah penyidik KPK mendatangi kediaman Setya Novanto di Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11) malam. Berbekal surat perintah penangkapan, penyidik hendak mencokok paksa Ketua DPR tersebut.
Namun, usai lebih dari lima jam, penyidik beranjak pergi tanpa membawa Novanto. Penyidik hanya membawa satu koper berwarna biru dan satu buah tas diduga berisi dokumen-dokumen hasil penggeledahan terkait pengusutan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Selain itu, penyidik juga membawa rekaman CCTV di pos penjagaan rumah Novanto.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya oleh KPK berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 31 Oktober 2017. Dia diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam proyek e-KTP yang disinyalir membuat negara rugi hingga Rp2,3 triliun.
Setya Novanto selalu mangkir dari empat panggilan terakhir penyidik KPK, tiga kali sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, dan satu kali sebagai tersangka.
[Gambas:Video CNN] (osc/djm)