Nafas-nafas Kehidupan di Desa Zona Merah Gunung Agung

Dias Saraswati | CNN Indonesia
Senin, 27 Nov 2017 13:56 WIB
Desa Tulamben merupakan lokasi wisata pantai di Karangasem yang tak jauh dari Gunung Agung. Meski sepi dari rutinitas, namun beberapa warga enggan mengungsi.
Desa Tulamben merupakan destinasi wisata pantai di Karangasem yang tak jauh dari Gunung Agung. Meski sepi dari rutinitas, namun beberapa warga enggan mengungsi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia -- Nengah Sarinate (39) siang ini masih tampak beraktivitas seperti biasa. Dia masih melayani pengunjung yang hendak makan di warung makan miliknya. Sejumlah menu tersedia dan siap disajikan Nengah sesuai pesanan.

Tak ada rasa khawatir, apalagi takut akan ancaman bahaya erupsi Gunung Agung. Sebab, tepat 10-12 km ke arah barat daya dari tempat Nengah berada, Gunung Agung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik.

"Masih merasa aman, tapi besok lihat situasi lagi," kata Nengah sembari menyiapkan makanan yang dipesan CNNIndonesia.com, Senin (27/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nengah merupakan warga Desa Rubaya yang mencari nafkah di Desa Tulamben. Karena jaraknya, kedua desa ini masuk dari zona merah atau bahaya erupsi Gunung Agung. Dua desa Tulamben ini terletak di sisi timur laut lereng Gunung Agung.

Praktis, sejak peningkatan vulkanik Gunung Agung terpantau sejak beberapa hari terakhir, tak ada kegiatan berarti di desa ini. Mayoritas warga sudah pergi mengungsi sebagaimana imbauan stakeholder terkait.

Nengah cuma salah satu dari sedikit yang masih memilih bertahan karena masih belum merasa harus mengungsi. Namun, desa tempatnya tinggal sudah terdampak paparan abu vulkanik, meski masih sangat tipis. Sekali lagi Nengah dan beberapa warga belum mau mengungsi karena masih aman.

Tak Ada Hiruk Pikuk Wisatawan

Desa Tulamben benar-benar sepi sejak ditinggal banyak warganya mengungsi. Jika biasanya selalu ada saja lalu lalang kendaraan, kini situasi itu tak tampak.

Banyak warung kecil maupun kafe juga tak beroperasi. Padahal, di sini merupakan kawasan wisata pantai.

Central Parking Tulamben yang biasanya menjadi tempat parkir kendaraan para wisatawan yang hendak diving di Pantai Tulamben pun jauh dari hingar bingar kesibukan wisatawan. Hanya ada beberapa motor saja yang terparkir di pinggir pantai.

Ketut Supatre (42) mengatakan suasana sepi di Tulamben sudah terjadi sejak letusan pertama pada 21 November lalu.

"Iya mulai itu sepi, warung dan hotel mulai pada tutup," kata Ketut.

Senada dengan Nengah, Ketut pun masih bertahan untuk tetap bertahan, meski rumahnya yang terletak di Banjar Dinas Bahel, Desa Dukuh hanya berjarak 6 km dari puncak Gunung Agung.

"Masih merasa aman, makanya belum mengungsi," ungkapnya.
Nafas-Nafas Kehidupan di Desa Zona Merah Gunung AgungAktivitas warga meski terjadi erupsi Gunung Agung. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf).
Lain halnya dengan Nyoman Sudarme (67) yang rumahnya berada di Banjar Dinas Pandansari, Desa Dukuh yang juga berjarak 6 km. Ia mengaku masih belum mengungsi lantaran masih memikirkan ternak yang dimilikinya.

"Masih cari tempat penampungan ternak," ucap Nyoman.


Wisata tetap Buka

Ketut Supatre yang juga bekerja sebagai petugas retribusi di Diving Tulamben mengatakan hingga saat ini belum ada instruksi dari pemerintah desa maupun dinas pariwisita untuk menutup tempat diving di Tulamben.

"Belum ada instruksi menutup sejak bulan September lalu sampai sekarang," tutur Ketut.

Meski tetap buka, namun jumlah wisatawan yang berkunjung mengalami penurunan sejak status awas Gunung Agung pada dua bulan lalu. Sempat ramai pengunjung ketika status itu dicabut, namun kini turun lagi ketika Gunung Agung kembali menggeliat beberapa hari terakhir.

"Sepi di sini semenjak September lalu," ujarnya. (osc/djm)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER