Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPRD Abraham 'Lulung' Lunggana mempertanyakan kepentingan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyelidiki dugaan pungutan liar di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pria yang juga tokoh di Tanah Abang itu menilai Ombudsman telah membuka persoalan kawasan niaga tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu secara luas kepada publik.
Lulung menyebut persoalan Tanah Abang yang terus menerus dipublikasi, justru semakin merugikan warga di kawasan itu sendiri. Dia menilai Ombudsman seolah-olah menggiring opini masyarakat untuk memberikan penilaian citra buruk kepada Tanah Abang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa Tanah Abang? Ada apa dengan Tanah Abang?
Why, Ombudsman?," kata Lulung di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (27/11).
Lulung mempertanyakan alasan Ombudsman yang justru tidak langsung melakukan penindakan dengan melaporkan hasil temuan praktik jual-beli trotoar di Tanah Abang tersebut ke polisi. Sebab, menurut Lulung, dengan beredar informasi itu justru malah menimbulkan keresahan warga di Tanah Abang.
"Itu kan ada alat bukti, kenapa sih dibentuk opini itu sampai diberitakan. Kenapa tidak ditindak? Laporkan ke polisi kalau itu memang sangat meresahkan. Ombudsman ini membuat keresahan kepada kami dan warga Tanah Abang," tuturnya.
Dia pun menyebut terkait pemberitaan pasar tekstil Terbesar di Asia Tenggara itu harusnya tak dilakukan secara terus-menerus. Dari pada itu, Lulung menilai akan lebih baik andai Ombudsman menemui langsung tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Tanah Abang.
"Ayo duduk bareng ama masyarakat Tanah Abang. Sama tokoh-tokoh. Ngapain, saya tanya sama dia ngapain di-
publish terus? Untuk apa di-
publish?," kata Lulung.
Lulung pun mengaku siap andai diminta ikut berpartisipasi dalam penindakan di Pasar Tanah Abang. Asal, kata dia, jangan ada pembentukan opini yang pada akhirnya menyebabkan pembunuhan karakter ke warga Tanah Abang.
"Jangan munculin terus. Kami masyarakat Tanah Abang punya masa depan. Kami punya anak perempuan. Nanti anak perempuan kami dilamar, 'ah anak Tanah Abang tuh'," kata Lulung.
Ombudsman sebelumnya menyesalkan Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mengabaikan peringatan mengenai dugaan maladministrasi dalam penataan dan penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) di DKI Jakarta.
Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meilala, pada Jumat (24/11), di Kantor Ombudsman RI, di Jakarta, mengatakan, Satpol PP DKI mestinya sudah berubah setelah pihaknya memberi rekomendasi atas hasil investigasi atas prakarsa sendiri di enam titik, pada 9-10 Agustus 2017.
Nyatanya, Ombudsman masih mendapati permainan oknum Satpol PP agar PKL berjualan di area-area terlarang. Hal itu atas dasar investigasi kedua Ombudsman RI dengan objek yang sama, pada 15-17 November. Padahal, itu hanya berjarak 14 hari pascapenyerahan hasil investigasi yang pertama itu.
Koordinator Tim Penegakan Hukum II Bidang Penyelesaian Laporan Ombudsman RI Nyoto Budiyanto mengatakan, ada simbiosis mutualisme antara PKL, preman, dan oknum Satpol PP, untuk melancarkan aksi tersebut.
Praktek itu terjadi di tujuh titik. Yakni, area Setiabudi, Ambassador, Imperium, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tebet, Stasiun Manggarai, dan Tanah Abang.
[Gambas:Youtube] (kid/gil)