Yogyakarta, CNN Indonesia -- Lima ratus kilometer jauh dari Jakarta, seorang pemuda bernama Tomi Wibisono memiliki semangat lain dalam mengaktualisasikan aksi kolektif punk. Pemuda asal Balikpapan, Kalimantan Timur ini membuka sebuah perpustakaan bernama Rumah Kata.
Tomi mengaku sejak SMP sudah tertarik dengan punk. Saat itu ia sudah mulai mengumpulkan zine, atau media media cetak alternatif yang di didistribusikan dalam kelompok kecil seperti punk.
Ia juga turut membuat zine dengan nama ‘Salah Cetax’ yang dibuatnya secara mandiri. Aktivitas membuat publikasi ini berlanjut saat ia kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Selain majalah ‘Warning’, Tomy juga membuka sebuah perpustakaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Namanya Perpustakaan Rumah Kata. Itu perpustakaan kolektif yang terbentuk sejak tahun 2013. Tidak lama atau beriringan berapa bulan setelah Warning berdiri," kata Tomi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu di perpustakannya.
Awalnya, Tomi bercerita, Perpustakaan Rumah Kata dibuat menjadi ruang dan wadah teman-temannya di majalah Warning untuk mengaktualisasikan diri.
Rumah kata kemudian menjadi bagian integral Warning sebagai perpustakaan kolektif yang didanai dan digunakan secara bersama-sama.
 Koleksi buku Rumah Kata saat ini mencapai 4.000 eksemplar lebih. (Dok. Istimewa) |
"Dari situ kami sering bikin pengajian buku. Pengajian buku itu membahas buku yang sama, ya kayak mengaji gitu lah, kami baca bergantian, setelah itu dibahas bareng-bareng. Itu salah satu kegiatannya," katanya.
Seiring waktu berjalan, Tomi berkata, bersama temannya tercetus pikiran untuk membuka Rumah Kata untuk masyarakat umum. Hal itu merupakan wujud semangat berbagi seperti yang diajarkan dalam punk.
"Karena punk semangatnya berbagi, dan ide itu milik semua orang, anti-eksklusifitas terhadap pengetahuan," kata Tomi.
Menurut Tomi, setelah dibuka untuk umum, timbul kesan awal bahwa perpustakaan itu hanya dibuka untuk anak punk.
Kesan itu tak lain muncul karena banyak teman-temannya yang berkunjung mayoritas merupakan anak punk.
"Kesannya yang mengakses banyak anak punk, padahal sebenarnya umum," ujarnya.
Pada awal berdirinya Rumah Kata pada 2016, perpustakaan itu memiliki 500 buah koleksi buku. Buku itu diperoleh dari donasi buku yang merupakan salah satu syarat meminjam buku di Rumah Kata.
"Sekarang kami punya hampir 4.000-an koleksi buku termasuk majalah dan lain-lain," kata Tomi.
Bukan hanya orang biasa yang pernah mampir ke Rumah Kata. Personel Superman is Dead, I Gede Ari Astina alias Jerinx pernah datang untuk membeli buku. Demikian pula personel Navicula dan Silampukau juga pernah mampir.
Meski demikian, Rumah Kata belum tersosialisasi sepenuhnya di lingkungan sekitar. Berdiri di sebuah kontrakan yang berada di permukiman, Rumah Kata masih belum banyak dikunjungi masyarakat sekitar.
Eksistensi Rumah Kata lantas berkembang dengan kegiatan donasi buku di sebuah lembaga pemasyarakatan untuk anak di Yogyakarta dengan bekerja sama dengan komunitas tato Merdeka.
Ke depan, Tomi berharap, Rumah Kata semakin berkembang dengan banyaknya donasi buku untuk menambah koleksi, termasuk dari para penerbit besar.
[Gambas:Video CNN] (sur)