WAWANCARA KHUSUS

Effi Punktat: Indonesia Cocok untuk Punk

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Senin, 18 Des 2017 19:23 WIB
Punk mulanya di Indonesia diikuti oleh para pemuda kelas menengah. Kini terus berkembang dan disebut keberadaanya sebagai terbesar di dunia.
Effi Punktat menceritakan awal kemunculan punk di Indonesia. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perempuan berambut pirang duduk di pinggir jalan, ditemani sebotol minuman. Tubuhnya yang tambun dibalut jaket kulit ala Ramones. Celana ketat belel yang dipakai berpadu dengan sepatu bot bermotif kulit macan.

Effi Yuanita, perempuan itu, baru saja menutup lapak. Dia menjual berbagai aksesori seperti kaus, jaket, emblem, saat acara musik punk digelar di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Minggu (19/11). Beberapa orang kadang menghampiri Effi sekadar untuk foto bersama.

Effi cukup dikenal di komunitas Punk Jakarta. Dia adalah vokalis band perempuan punk pertama di Indonesia, Punktat. Selain Punktat, Effi juga menggawangi enam band punk lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun malam itu, Effi tidak pentas. Lulusan Universitas Trisakti itu hanya membuka lapak bersama sang suami.

Di dalam gedung, dentuman musik bernada cepat masih memekakkan telinga. Para penonton lantang bernyanyi mengikuti irama. Beberapa pemuda dengan rambut berdiri tegak, hanyut dalam kekacauan tarian pogo, saling membenturkan diri satu sama lain.

Hingga hari berganti, jalanan di sekitar lokasi acara itu masih ramai lalu lalang para pemuda punk. Sebagian berkumpul membentuk lingkaran-lingkaran kecil, ada pula yang tak sadarkan diri tidur di emperan toko.

Punk di Indonesia dipercaya sebagai komunitas terbesar di dunia saat ini. Sistem negara yang memiskinkan rakyatnya dinilai mendorong pertumbuhan komunitas punk di Indonesia.

Di saat sejumlah personel band menolak kami wawancarai, Effi justru menerimanya.

“Ini ada wartawan CNN Indonesia mau wawancara gue, gimana nih?” tanya Effi mengeraskan suaranya di hadapan sejumlah kawan yang berkumpul membentuk lingkaran. Namun cetusan itu sepertinya hanya basa-basi.

 Sebab, sejumlah individu maupun komunitas punk ada yang menolak diliput media arus utama.

Effi Punktat: Indonesia Cocok untuk Punk
 (EMBARGO)Effi Punktat usai menutup lapak di sebuah acara musik punk, Dukuh Atas, Jakarta. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Malam itu, Effi memulai perbincangan seputar perkembangan komunitas punk di Jakarta beserta dinamikanya. Tak selesai malam itu, wawancara berlanjut di rumah perempuan 44 tahun tersebut.

Banyak hal kami bahas. Mulai dari generasi awal punk di Indonesia yang dibesarkan kelas menangah atas, hingga punk masa kini yang kerap “diboncengi” anak jalanan sebagai bagiannya.

Berikut petikan wawancara Prima Gumilang dari CNNIndonesia.com dengan Effi Yuanita yang lebih dikenal dengan Effi Punktat.

Bisa ceritakan perkenalan Anda dengan punk?

Gue dulu sering pulang pergi ke Jerman. Dari situ gue kenal punk. Ada nazi punk yang rasis, ada punk yang universal. Gue balik (ke Indonesia) dengan style punk yang gue tahu dari luar. Gue inget SMA kelas 1 masih gabung sama bawain musik thrash metal. Dasar belajarnya di situ.
 
Kenapa akhirnya tertarik dengan punk?


Karena jiwa seni, musik ya. Gue menjiwai musiknya, bisa bikin lagu-lagu di jalur ini karena menguasai banget. Waktu itu gue bawain (lagu) The Exploited, Sex Pistols, Ramones, dan Sham 69.
 
Selain lewat musik, bagaimana Anda mencari informasi tentang punk?
 
Zine, itu medianya. Makanya kalau sekarang ada punk antimedia, menurut gue itu enggak masuk akal. Awal kita dapat informasi kok malah dibenci. Punk dilarang masuk tivi. Seharusnya dirangkul, jangan dimusuhi, kayak Marjinal. Punk pecah karena perbedaan itu. Setahu gue yang antimedia itu grindcore, bukan punk. Sex Pistols, Ramones itu besar karena media.
 
Bagaimana respons orang tua saat Anda berpenampilan punk?
 
Orang tua gue santai, enggak melarang soal gaya, yang penting gue bertanggung jawab di pendidikan. Kagetnya waktu gue bikin tato, zaman itu masih tabu. Zaman sekarang, buset tato di muka. Gue masih ada batasannya, kita masih punya agama. Kalau kita dipocong, muka ditato, malaikat masih ngenali enggak kalau kita mati?

Effi Punktat: Indonesia Cocok untuk Punk
 (EMBARGO)Effi mengatakan, punk pada mulanya hanya diikuti oleh para pemuda dari kelas menengah. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Kapan mulai memainkan musik punk?

Gue punya band SMA namanya Punktat, tahun 1990. Vokalisnya dulu anak duta besar, sering ke luar negeri jadi tahu apa itu punk. Tapi gue juga cari ruang lain biar enggak main di sekolahan terus. Ada pub, Black Hole namanya. Musiknya masih campur. Ternyata ada punk di sana bawain (lagu) Sex Pistols, Ramones. Itulah punk masih sekelompok kecil. Waktu di Black Hole itu belum ada yang bawa lagu sendiri.

Saat itu apa yang membedakan punk di Indonesia dan di negara lain?

Yang gue tahu punk di Indonesia waktu itu cuma senang-senang, main di suatu pub, minum, bawain lagu orang. Berawal dari pub itu, kita saling kenal, ngongkrong bareng. Namanya Young Offender sebagai sebuah komunitas di Jalan Slamet Riyadi. Kumpulnya di depan rumah, kompleknya ABRI. Awalnya punk (Indonesia) ini anak kelas menengah ke atas semua. 



Seperti apa suasana di Young Offender itu?

Itu rumahnya Ondy, bandnya Submission. Bapaknya dulu jenderal. Jadi anak-anak yang nongkrong di rumah dia bebas. Itulah komunitas yang gue kenal. Walaupun anak tentara, dia tetap berontak dengan caranya. 
 
Anda melihat perubahan di komunitas punk ditandai dinamika seperti apa?

Bergeraknya punk di Indonesia sejak band punk bawain lagu sendiri sekitar tahun 1995. Ada Out of Control, Error Crew. Mereka berkreasi sendiri. Mulailah karya punk Indonesia dari situ, termasuk Anti Squad, skinheadnya. Punktat enggak mau kalah, gue bikin lagu sendiri.

Apa yang Anda harapkan saat memproduksi lagu sendiri?

Kalau motivasi gue cuma hobi, ekspresi jiwa seni. Karena gue senang di punk, benar-benar mendalami. Lagu gue banyak banget kalau dikumpulin. Gue hobi dan menjiwai.

Punk mulai memahami ideologinya sejak kapan?

Sejak anak-anak (punk) mulai bawain lagu sendiri, di situlah timbul ideologi. Sebelumnya punk enggak ideologis, cuma buat seneng-seneng, having fun aja. Sejak bikin lagu sendiri, mulai menunjukkan identitas inilah punk Indonesia. Mereka punya caranya sendiri.

Bagaimana situasi Orde Baru mempengaruhi punk saat itu?

Orde baru, zaman Soeharto, itu zaman revolusi punk. Banyak problem anarko, putau juga. Jadi ada pengaruh antara pemikiran punk, skinhead, pemakai, dan bukan pemakai. Bersamaan dengan konflik negara, juga konflik di punk. 

(Effi tinggal di rumah petak kawasan Kebayoran, Jakarta Barat. Berbagai atribut punk dipajang di ruang tamu. Malam saat kami wawancarai, dia tengah sibuk memasarkan barang dagangan di media sosial. Usai lulus kuliah di Fakultas Hukum, dia sempat bekerja di kantor pajak dan perusahaan asuransi. Kini dia memilih menjadi wirausahawan dengan prinsip yang selama ini dia kenal di komunitas punk: Do It Yourself.)
 
Effi Punktat: Indonesia Cocok untuk Punk
 (EMBARGO)Effi bersama beberapa para pemuda yang ingin membeli aksesori punk di rumahnya. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Anda memahami do it yourself (DIY) seperti apa?
 
Tidak bekerja dengan orang, produksi dan usaha sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Ya, bekerja sebagai punk. Tapi jalan hidup orang memang berbeda. Kebetulan gue punya bakat berdagang.
 
Anda juga pernah bekerja sebagai profesional. Apa yang Anda dapatkan dengan pilihan kerja sekarang?
 
Beda banget ya, namanya kerja di bawah kaki orang, kita enggak bisa bebas. Justru karena DIY ini gue bisa kerja terserah gue. Kita bisa menikmati kebebasan, tapi ya bebas bertanggung jawab. Ya kalau orang malas, tidur seharian ya enggak maju.
 
Ada idiom, punk itu antikemapanan. Menurut Anda?


Punk itu justru harus mapan, bukan malah antikemapanan. Berproduksi, membuka lapangan kerja. Kalau soal antikemapanan dalam konteks pola pikir, itu oke.
 
Apa tanggapan Anda bahwa punk harus berkarya, bukan hanya sekadar gaya?

Itu anak punk mana yang bikin slogan “berkarya, bukan bergaya”? Punk di mana-mana nomor satu itu gaya. Karya itu tergantung bakat. Jangan ikut ideologi orang yang salah. Punk itu harus bergaya.

Bagaimana Anda menilai anak jalanan (anjal) yang mengaku sebagai punk?
 
Anjal yang seperti itu baru belajar, pengen tahu punk, jangan dimusuhi. Seharusnya dirangkul. Berawal dari norak, nanti juga dia tahu punk itu apa. Mungkin ada yang resek waktu ngamen, itu karena pengaruh narkoba, obat. Dibilangin baik-baik aja. Memang kadang yang bikin jelek punk itu ada yang resek di jalan.
 
Apa yang membuat punk di Indonesia bisa bertahan?
 
Pengaruh teknologi dan media yang semakin canggih. Asal tahu saja, punk di Indonesia sekarang menjadi komunitas punk terbesar di dunia. Band punk luar negeri akhirnya lebih senang main di sini. Mereka yang pernah main di sini mengakui, di Indonesia ini punk di mana-mana ada. 
 
Apa yang membuat punk di Indonesia berkembang dan menjadi yang terbesar?
 
Pertama, karena Indonesia penduduknya banyak. Kedua, kelas menenegah ke bawahnya juga banyak. Tingkat korupsi tinggi. Penyebaran narkoba juga tinggi. Komplikasinya memang cocok untuk slogan yang disuarakan punk. Ideologi punk itu paling cocok karena ketidakpuasan terhadap pemerintah ada di mana-mana. Tapi pemberontakan itu tidak bergerak, bisanya lewat lirik lagu, pemikiran, gaya. Paling cocok itu punk untuk generasi muda. Kompleksitas masalah di Indonesia itu membuat punk berkembang biak, di mana saja ada. (pmg/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER