Jakarta, CNN Indonesia -- Konstelasi politik di Indonesia mulai menghangat.
Reuni Aksi 212 menjadi semacam momentum peringatan dimulainya 'tahun politik' jelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
Gelaran reuni Alumni 212 sangat keras mengkritik pemerintahan Joko Widodo. Mereka memposisikan diri sebagai pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Tokoh sekaligus alumnus 212
Amien Rais bahkan meminta, "Mas Jokowi jangan asyik memecah belah umat Islam".
Kelompok yang selama ini dikenal sebagai penentang Basuki Tjahaja Purnama itu belum mau move on atas 'keberhasilan' memenjarakan Ahok. Isu sentimen keagamaan terus mereka rawat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi menilai, Reuni 212 merupakan cara untuk menjaga tren gerakan politik demi kepentingan jangka panjang --setidaknya sampai Pilpres 2019.
"Ini akan menjadi
bargaining politik. Tawaran mereka dimunculkan terus untuk menjaga tren. Pesannya memang sampai, tapi tidak kuat," ujar Muradi kepada CNNIndonesia.com, Minggu (3/12).
Muradi mengakui pengaruh politik 212 sangat besar saat melengserkan Ahok. Namun gelaran reuni 212 kemarin tak lebih besar dari sebelumnya. "Karena mereka tidak terstruktur, di dalamnya masih cair. Gerakannya ada, tapi pemimpinnya tidak kelihatan," kata Muradi.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno turut mengamini reuni 212 sebagai gerakan politik. Kelompok 212 itu bakal menjadi penggerak isu yang cukup berpengaruh di ajang Pilkada 2018, sebelum menuju Pilpres 2019.
Meski demikian, Adi belum sampai pada kesimpulan kelompok 212 akan merapat ke kubu siapa saat Pilpres 2019 --sekalipun jika nantinya calon presiden mengerucut pada nama Joko Widodo dan Prabowo Subianto saja.
"Kalau siapa yang menunggangi, ya bergantung pada siapa yang mengajak ngopi," kata Adi.
 Reuni Akbar Alumni 212 di Lapangan Monas, Jakarta, Sabtu (2/12). CNN Indonesia/Adhi Wicaksono |
Direktur Eksekutif SETARA Institute Hendardi menilai kontinuitas gerakan 212 akan menjadi arena politik baru yang bakal terus dibangkitkan sejalan dengan agenda-agenda politik formal kenegaraan.
Targetnya adalah menguasai ruang publik (public space) untuk menaikkan daya tawar politik mereka, baik kepada para pemburu kekuasaan atau dengan kelompok politik yang sedang memerintah.
"Bagi mereka ruang publik adalah politik. Jadi, meskipun gerakan ini tidak memiliki tujuan yang begitu jelas dalam konteks mewujudkan cita-cita nasional, gerakan ini akan terus dikapitalisasi," ujar Hendardi
Kepolisian telah memetakan setidaknya lima wilayah padat penduduk di Indonesia yang masuk dalam kategori rawan konflik selama ajang Pilkada 2018.
Lima daerah itu adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua.
Polisi mencatat isu agama menjadi faktor dominan yang dapat menimbulkan konflik dibandingkan kesukuan atau faktor lain.
Presiden Jokowi sejak jauh hari telah mewanti-wanti konstelasi jelang tahun politik bakal memanas menyambut Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
"Masuk tahun politik, ramai dan sahut-menyahut lebih kencang,"
ujar Jokowi di hadapan ratusan anggota Projo pada awal September.
Jokowi beberapa bulan terakhir rajin bersilaturahmi dengan pendukungnya dalam gelaran rembuk nasional. Nama dia kerap dielu-elukan untuk maju di Pilpres 2019.
Sementara belakangan ini, sejumlah lembaga
survei merilis Prabowo Subianto sebagai satu-satunya sosok yang bakal diproyeksi jadi penantang utama Jokowi. Prabowo memiliki basis suara dari para loyalis yang sebelumnya mendukung dia di Pilpres 2014.
Gerindra pun telah memastikan bakal kembali mengusung Prabowo sebagai calon presiden demi merebut kekuasaan di Indonesia.
(gil)