Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta tim kuasa hukum Setya Novanto tidak membicarakan materi pokok perkara korupsi proyek pengadaan e-KTP di luar persidangan. Lembaga antirasuah itu meminta pembela' Setnov berbicara di meja hijau.
"Kalau memang ada argumentasi, klarifikasi, itu lebih baik diajukan di persidangan saja, bukan kemudian dibicarakan di luar proses persidangan. Karena persidangan belum dimulai dari proses pembuktiannya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (13/12).
Febri mengaku tak tahu soal argumentasi tim kuasa hukum Setnov yang menyebut fakta-fakta yang tertuang dalam surat dakwaan berbeda seperti yang ada di surat dakwaan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus alias Andi Narogong.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mari buktikan itu pada persidangan materi pokok dan kami akan jelaskan dengan bukti-bukti yang sangat kuat," tuturnya.
KPK meyakini dugaan keterlibatan Setnov dalam korupsi yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun itu. Apalagi, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto serta Andi Narogong sudah dibawa ke pengadilan.
"Kami cukup yakin ada dugaan kuat SN menjadi bagian dari kasus e-KTP ini. Sampai lah kami mengajukan dan tentu ada bukti-bukti yang lain," ujarnya.
Seorang kuasa hukum Setnov, Firman Wijaya menyebut ada beberapa hal dalam surat dakwaan kliennya yang merupakan imajinasi KPK. Firman mengaku sudah membaca surat dakwaan Setnov.
"Ada beberapa imajinasi di dalam dakwaan itu yang belum bisa kami pahami. Apakah itu berdasarkan fakta atau tidak," tutur Firman usai mendampingi Setnov diperiksa sebagai saksi di gedung KPK.
Firman tak merinci bagian mana yang merupakan imajinasi jaksa penuntut KPK dalam surat dakwaan Setnov. Dia hanya menyebut, fakta-fakta yang dituangkan dalam surat dakwaan kliennya itu harus didukung bukti-bukti dalam persidangan.
Setnov diduga telah merugikan negara hingga Rp2,3 triliun dalam proyek pengadaan e-KTP. Ketua Umum nonaktif Partai Golkar itu disebut mendapat jatah sekitar US$7,3 juta dari proyek senilai Rp5,8 triliun.
Namun, sidang perdana mantan Bendahara Umum Partai Golkar itu yang digelar sejak pagi tadi harus diskors tiga kali lantaran Setnov tak menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
(ugo/gil)