Formappi Nilai 2017 Jadi Tahun Gelap Bagi DPR

Joko Panji Sasongko | CNN Indonesia
Jumat, 22 Des 2017 01:56 WIB
Beragam masalah terjadi di masa kepemimpinan mantan Ketua DPR Setya Novanto. Formappi menyebut tahun 2017 merupakan 'tahun gelap' bagi DPR.
Formappi menilai tahun 2017, merupakan tahun yang gelap bagi DPR karena kinerja DPR yang tidak optimal. (Ilustrasi/CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) berpendapat, tahun 2017 merupakan tahun 'gelap' bagi kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beragam masalah terjadi di masa kepemimpinan mantan Ketua DPR Setya Novanto.

Direktur Formappi Sebastian Salang mengatakan, ada beragam catatan yang perlu dievaluasi oleh DPR, di antaranya dari sisi legislasi, anggaran, pengawasan, dan kelembagaan.

"Berdasarkan catatan evaluasi akhir tahun Formappi, tahun 2017 adalah tahun gelap bagi DPR," cetusnya, di Kantor Formappi, Jakarta, Kamis (21/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salang mengatakan, masalah kinerja di empat aspek itu secara langsung telah menurunkan tingkat kepercayaan publik dan citra DPR. Jika tidak diatasi, masalah-masalah itu akan semakin memperburuk kinerja DPR di tahun-tahun mendatang.

Peneliti Formappi Bidang Legislasi Lucius Karus menuturkan, kinerja DPR dalam proses legislasi mengecewakan. Hal itu terlihat dari jumlah RUU yang behasil diselesaikan di tiga masa sidang DPR tahun 2017.

Berdasarkan data, DPR hanya mampu mengesahkan enam UU dari 52 RUU Prolegnas Prioritas. Bahkan, sebanyak 17 RUU di antaranya masih dalam tahap penyusunan draft dan sisanya dalam tahap pembahasan di tingkat I serta harmonisasi.

"Paradigma DPR dalam legislasi selalu mengedepankan jumlah yang bombastis. Tetapi pada prosesnya DPR terseok-seok untuk menyelesaikan," ujar Lucius.

Lucius menilai, lambatnya proses legislasi karena Tatib DPR tidak memberi penegasan soal masa waktu pembahasan setiap RUU. Akibat hal itu, DPR terlihat memanfaatkan hal tersebut untuk semakin menunda proses pembahasan.

Kualitas legislasi DPR semakin buruk, kata dia, terlihat dari banyaknya uji materi di Mahkamah Konstitusi. Ia mencatat, ada 56 perkara yang diputuskan di MK dengan rincian 16 perkara dikabulkan, 19 ditolak, 19 tidak dapat diterima, tujuh ditarik, dan tiga dinyatakan gugur.

"Uji materi itu menandakan apa yang dihasilkan DPR masih belum serentak diterima oleh publik," ujarnya.

Ia menambahkan, jumlah Prolegnas Prioritas tahun 2018 yang mencapai 50 RUU hanya akan menjadi formalitas belaka. DPR diyakini tidak akan mampu menyelesaikan seluruh RUU itu karena seluruh anggota DPR akan berkonsentrasi ikut Pilkada atau Pileg tahun 2019.

"RUU prioritas hanya sekedar daftar mimpi-mimpi. Tahun politik pasti menyedot waktu dan energi DPR," ujar Lucius.

Rentan Kongkalikong

Peneliti Formappi Bidang Anggaran, Bambang menyatakan, proses penganggaran di DPR rentan dengan konspirasi antara anggota DPR dengan oknum pejabat Kementerian/Lembaga.

Hal itu terlihat dari adanya peningkatan anggaran K/L setiap tahunnya meski banyak temuan penyimpangan dalam laporan keuangan.

DPR, kata dia, tidak memiliki dasar atau pertimbangan dalam menaikkan atau mengurangi anggaran K/L.

"Alokasi belanja K/L selalu dinaikan walau mendapat opini disclaimer. Jadi apa yang menjadi dasar suatu K/L perlu dinaikan anggarannya," ujar Bambang.

Ia juga menilai, DPR kerap memanfaatkan momentum pembahasan RAPBN untuk meningkatkan aggarannya meski kinerjanya tidak berjalan optimal. Peningkatan terlihat dari alokasi RAPBN DPR tahun 2018 yang mencapai Rp5,7 triliun atau meningkat Rp1 triliun.

"Proses pembahasan di DPR juga rentan korupsi. Jika tidak dibenahi maka setiap saat kita akan dipertontonkan dengan OTT KPK," ujarnya.

(ugo/arh)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER